Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, berdampak signifikan terhadap industri plastik. Pasalnya sebagian besar bahan baku plastik masih impor dan dibeli dengan mata uang dollar.
Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (INAplas), Budi Susanto Sadiman mengatakan naik turunnya kurs memang sudah biasa terjadi.
Namun peristiwa ini cukup riskan bagi pelaku industri plastik, karena 60% dari bahan baku yang digunakan masih impor. "Untuk momen seperti ini, para pelaku industri bisa saja menaikan harga sampai 10%," katanya.
Hal tersebut juga diungkapkan Ketua Umum Federasi Kemasan Indonesia, Henky Wibowo. Untuk menyiasatinya, kata Hengky, mau tidak mau pengusaha harus menaikan harga. Kenaikannya akan bervariasi tergantung dari margin perusahaannya itu sendiri.
Budi pun mengatakan ada dua yang bisa dilakukan perusahaan atas hal ini. Pertama, bagi perusahaan yang jualannya secara business to business, mereka bisa melakukan negosiasi masalah kenaikan harga.
Sementara itu, untuk perusahaan yang menjualnya business to costumer, mereka mau tidak mau harus menaikkan harga untuk menekan kerugian.
Salah satu perusahaan di industri ini, PT Champion Pacific Indonesia (IGAR) mengaku akan mulai menaikkan harga bulan depan. "Kalau untuk bulan ini, kita masih punya stok bahan baku," kata Antonius Muhartoyo, President Director IGAR.
Rencananya IGAR bakal menaikkan harga dikisaran 5% sampai 7% di bulan depan. Saat ini 75% hasil produksi IGAR adalah kemasan plastik dan kemasan untuk segmen farmasi.
Ini merupakan ke dua kalinya IGAR menaikkan harga jual produknya. Pasalnya, di awal kuartal I IGAR juga menaikkan harga dampak dari naiknya tarif dasar listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News