kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Rupiah masih betah di bawah Rp 14.000 per dolar AS, ini komentar pengusaha


Senin, 08 Juni 2020 / 16:42 WIB
Rupiah masih betah di bawah Rp 14.000 per dolar AS, ini komentar pengusaha
ILUSTRASI. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani. (Kontan/Lidya Yuniartha)


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam sepekan terakhir nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Tentunya banyak bisnis para emiten yang melantai di bursa efek yang mengalami keuntungan dengan penguatan rupiah ini, tapi tentunya tidak sedikit pula yang akan merugi.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut, konsekuensi positif dan negatifnya kenaikan nilai tukar rupiah di tiap perusahaan juga akan berbeda-beda.

Baca Juga: Penguatan rupiah di bawah Rp 14.000 per dolar AS dinilai pas dengan keseimbangan

"Karena nilai tukar rupiah sangat terkait dengan kondisi dan target finansial perusahaan. Tiap perusahaan akan punya ekspektasi atau persepsi nilai tukar ideal yang berbeda-beda tergantung kebutuhan atau kepentingan industrinya," ujar Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani kepada Kontan.co.id, Senin (8/6).

Shinta mencontohkan, seperti perusahaan berorientasi ekspor yang cenderung menginginkan nilai tukar yang tinggi dan penguatan nilai tukar yang berlangsung dalam kurun waktu panjang sehingga profit margin dan perusahaan punya cukup waktu untuk menyesuaikan efisiensi perusahaan atau produk ekspor di pasar ekspor ketika nilai tukar menguat.

"Sebaliknya, perusahaan yang memiliki kewajiban atau utang valas tinggi atau impor besar, apalagi bila mereka menghasilkan produk yang hanya dipasarkan di dalam negeri, umumnya menginginkan penguatan nilai tukar dalam kurun waktu yang relatif lebih cepat karena akan sangat meringankan beban impor, menciptakan profit margin yang lebih besar dan daya saing yang lebih tinggi di pasar domestik," jelas Shinta.

Shinta menjelaskan contoh lainnya misalnya, perusahaan lokal dengan local content tinggi dan hanya memasarkan produk di dalam negeri tanpa memiliki transaksi perdagangan internasional cenderung menginginkan nilai tukar tinggi dalam kurun waktu cukup lama untuk menjaga daya saing produknya terhadap produk impor di pasar domestik.

Baca Juga: Berhasil tembus level psikologis Rp 14.000 per dolar AS, rupiah dinilai rawan koreksi

Selain itu agar perusahaan punya cukup waktu untuk menyesuaikan diri terhadap peningkatan persaingan dagang di dalam negeri terhadap produk impor.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×