Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi beberapa waktu belakangan berpotensi ikut memberi dampak pada industri energi terbarukan. Rupiah sendiri tersungkur ke level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa menjelaskan, dengan tingkat komponen modul surya yang masih didominasi impor, maka ada potensi biaya produksi yang terkerek untuk industri modul surya dalam negeri.
"Jelas ya kalau misalnya ada kenaikan nilai tukar, maka ada kenaikan di sisi biaya apalagi hampir semua komponen itu diimpor sebagian besar katakanlah kacanya, sel surya. Dengan TKDN sekarang 40% maka 60% komponennya diimpor," jelas Fabby kepada Kontan, Senin (15/4).
Fabby menambahkan, meskipun berdampak pada industri modul surya dalam negeri, dampaknya dinilai tidak begitu besar pasalnya saat ini skala produksi modul surya dalam negeri belum begitu tinggi.
Baca Juga: Produsen Pendingin Refrigerasi Terdampak Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS
Selain itu, para perusahaan umumnya sudah memiliki mitigasi risiko untuk bisnis yang dijalankan termasuk soal dampak pada nilai tukar rupiah.
Selain industri energi surya, sektor energi terbarukan lain yang berpotensi ikut mengalami dampak yakni energi angin dan juga panas bumi.
Fabby menjelaskan, komponen pada industri energi angin masih didominasi impor sehingga diproyeksikan akan ikut mengalami dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah. Selain dampak pada industri produsen, pelemahan nilai tukar dinilai juga bakal ikut mempengaruhi bisnis para pengembang pembangkit atau Independent Power Producer (IPP).
"Akan tetapi biasanya dalam klausul Power Purchase Agreement (PPA) dengan PT PLN, sudah memasukkan soal ketentuan apabila terjadi perubahan pada nilai tukar," pungkas Fabby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News