Reporter: Abdul Basith, Pratama Guitarra | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah akhirnya benar-benar bakal melarang secara penuh ekspor bijih nikel. Jadwal pelarang itu dipercepat dari sebelumnya bakal dilarang ekspor ore nikel pada 2022. Ini mengonfirmasi berita Kontan.co.id pada Jumat (9/8) bahwa ekspor ore nikel akan dilarang penuh melalui Peraturan Menteri ESDM.
Soal larangan ekspor ore, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan masih meminta agar menunggu peraturannya diterbitkan. "Tunggu aja ya kapan diumumkan, intinya itu kira akan hilirisasi semua, kita akan percepat," ujar Luhut di kompleks istana kepresidenan, Senin (12/8).
Baca Juga: Soal wacana percepatan larangan ekspor ore nikel, begini jawaban Ignatius Jonan
Luhut optimis hal tersebut bisa dilakukan oleh Indonesia. Walau pun saat ini masih terdapat perusahaan yang sedang membangun smelter. "Ya masih bangun smelter, ya bangun, yang sudah bisa menyerap, ya menyerap, gak ada masalah," terang Luhut.
Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan enggan berkomentar soal larangan ekspor ore. Ia bahkan mengaku tidak tahu soal adanya wacana percepatan penutupan izin ekspor tersebut. "Nggak tahu saya," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (12/8).
Senada dengan itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono juga irit bicara. Hanya saja Bambang menegaskan bahwa selama belum ada keputusan baru yang diterbitkan, maka pengaturan ekspor ore mineral, termasuk nikel, masih berdasar pada kebijakan yang lama.
Sekalipun ada perubahan kebijakan, kata Bambang, maka itu akan diputuskan oleh Menteri ESDM. "Nanti kalau Menteri sudah menjelaskan, itu baru ada kepastian. Tapi sampai sekarang belum ada perubahan, masih tetap seperti itu (sesuai aturan lama)," ungkap Bambang.
Baca Juga: Larangan Ekspor dipercepat, Proyek Smelter Nikel diklaim bisa terganggu premium
Mengacu data dari Kementerian ESDM, pada tahun 2018 lalu realisasi ekspor nikel sebesar 20,09 juta ton dan bauksit 8,70 ton. Sedangkan rencana ekspor nikel pada tahun ini sebesar 15,07 juta dan bauksit sebanyak 10,97 juta.
Dalam perencanaan Kementerian ESDM, akan ada 40 smelter baru hingga tahun 2022. Dari tambahan smelter tersebut, 21 di antaranya merupakan smelter nikel dan bauksit berjumlah 6 smelter.
Larangan Ekspor Ditolak
Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin mengatakan bahwa jika keputusan pemberhentian ekspor dikeluarkan dalam waktu dekat, maka akan banyak kerugian yang dialami penambang maupun pembuat smelter.
Meidy menyebut, banyak penambang yang tengah berinvestasi membangun smelter dengan sumber pendanaannya ditopang dari pemasukan ekspor bijih nikel.
Baca Juga: ESDM perketat penggunaan TKDN di pertambangan minerba pada pengajuan RKAB tahun 2020
Alhasil, jika pelarangan dipercepat, maka pembangunan smelter bisa mangkrak. Terlebih, adanya ketidakseimbangan antara pasokan nikel yang ditambang dengan smelter yang beroperasi di dalam negeri akan berimbas pada keekonomian harga yang menjadi tidak berimbang.
"Harga ekspor dan harga lokal kan nanti mati. Terjadi kartel, ada yang menguasai harga dan kita tidak sanggup," ungkapnya.
Senada dengan itu, Komisaris Utama PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara Merry Pical mengatakan bahwa pemerintah semestinya konsisten dengan peraturan yang ada saat ini, yakni penghentian ekspor ore nikel kadar rendah kurang dari 1,7% pada Januari 2022.
Merry menilai, percepatan larangan ekspor itu dirasa tidak adil bagi pemegang kuota ekspor yang saat ini tengah berinvestasi dalam pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Jika pelarangan dimajukan, kata Merry, pemerintah seakan tidak memberikan kesempatan bagi pengusaha nikel lokal untuk menyelesaikan pembangunan sesuai dengan target waktu yang sudah direncanakan.
Baca Juga: Begini tanggapan pelaku usaha jika larangan ekspor ore nikel kadar rendah dipercepat
Padahal, Merry mengungkapkan, para pemilik tambang nikel lokal yang memperoleh kuota ekspor ore nikel kadar rendah menjadwalkan pembangunan smelter-nya rampung pada akhir 2021. Apalagi, sambung Merry, kuota ekspor juga masih diperlukan, lantaran dapat memberikan kontribusi pemasukan bea masuk, PNBP dan PPh kepada pemerintah.
Sementara dari sisi keekonomian penambang, Merry menyebut percepatan larangan ekspor tersebut justru dapat membuat harga bijih nikel di dalam negeri semakin tertekan. "Ini juga menyangkut investasi dan keekonomian bisnis, jadi pemerintah harus memperhatikan pengusaha lokal," kata Merry kepada Kontan.co.id, kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News