Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
Pertama, lahan-lahan tambang yang ada di Indonesia sudah makin habis maka pilihan terbaik bagi mereka adalah melakukan hilirisasi melalui pembangunan smelter.
Selain itu, kata Haykal, kebanyakan para konglomerat tersebut memiliki akses besar ke lahan-lahan tambang potensial yang bisa menjamin kelangsungan suplai bahan baku sehingga menciptakan ‘positioning’ yang menguntungkan di masa datang.
Kedua, jika diamati para konglomerat tersebut sekarang memiliki keberanian untuk membangun smelter karena melakukan aliansi atau berpartner dengan investor lain yang sudah punya rekam jejak di industri smelter.
"Jadi relatif lebih aman," ungkapnya kepada KONTAN, Jumat (17/5).
Baca Juga: Ramai-Ramai Masuk Energi Hijau
Menurutnya, bisnis smelter memang memiliki prospek yang menjanjikan lantaran nilai tambah tinggi, margin keuntungan tinggi dibanding ekspor bahan mentah. Permintaan global yang stabil, cenderung meningkat seiring dengan berkembangnya industri kendaraan listrik, elektronik, dan infrastruktur.
"Dukungan kebijakan pemerintah, diharapkan adanya insentif seperti pembebasan pajak dan dukungan infrastruktur yang bisa diberikan kepada industri smelter," tuturnya.
Namun, mereka perlu mencermati risiko bisnis smelter di antaranya fluktuasi harga komoditas, seringkali harga logam berfluktuasi signifikan dan mempengaruhi profitabilitas. Kedua, lingkungan hidup, berpotensi berdampak pada lingkungan secara signifikan jk tidak dibarengi dengan investasi teknologi yang ramah lingkungan.
Baca Juga: Asing Ramai Masuk di Pasar Saham, Begini Efeknya Ke Reksadana Saham
Selain itu, Haykal mengungkapkan bahwa perlu bangun industri smelter bagi yang telah memiliki tambang potensi sebagai bentuk untuk dapat kontrol atas rantai pasokan dan meningkatkan efisiensi operasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News