Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Bulog menyarankan pabrik gula badan usaha milik negara (PG BUMN) untuk mengalihkan sistem beli tebu petani dari bagi hasil menjadi beli putus. Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menilai hal ini sebagai indikasi gudang Bulog sudah tidak kuat menamoung. Juga dikhawatirkan PG BUMN tidak memiliki kas yang mendanai.
Ketua DPD APTRI Nusantara XI, Budi Susilo menyampaikan, surat edaran yang dikirimkan Bulog kepada PG BUMN menunjukkan Bulog sudah tidak dapat menanggung baik dari sisi gudang maupun harga.
"Yang jelas Bulog sudah tidak kuat, raw sugar eks import tahun 2016 mereka masih ada di gudang-gudang PG," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (27/9).
Memang dalam surat edaran Bulog yang ia terima menyatakan, Bulog masih memiliki pasokan gula sisa pemberian 2016-2017 sebesar 107.187 ton.
Budi mengaku, dengan sistem beli putus ini, petani akan diuntungkan karena berarti PG BUMN harus membeli seluruh tebu petani dan seluruh gula menjadi milik PG. Tapi PG BUMN bisa terkendala pengadaan uang untuk menyerap dan kesulitan menjual kembali. "Pangsa pasar gulanya yang sulit untuk PG BUMN," kata dia.
Adapun saran peralihan bagi hasil menjadi beli putus yang Bulog harapkan dapat dilaksanakan per Oktober 2018, Budi merasa belum disosialisasikan secara mendalam ke petani dan pihak APTRI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News