Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Secondary market atau pasar sekunder bagi rumah mewah dikabarkan mengalami kontraksi. Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) menyebut terjadi koreksi harga di tengah kenaikan penawaran properti di kawasan elite. AREBI mencatat 5%-10% properti dijual lebih murah ketimbang harga pasar.
Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menyampaikan, penurunan harga jual pada rumah mewah di secondary market bisa jadi merupakan kasuistik, terjadi pada wilayah dan kasus tertentu. Sehingga, tidak serta-merta menggambarkan pasar properti secara keseluruhan.
Namun Totok mengamini pasar properti kelas atas untuk penjualan baru (first transaction) pun saat ini sedang dalam kondisi stagnan. Penurunan yang terjadi pada tahun lalu belum bisa terdongkrak di tahun ini.
Baca Juga: Di tengah pandemi, Adhi Karya dorong anak usaha melantai di BEI pada akhir tahun ini
Untuk bisa mengangkat secondary market, Totok menyebut perlu lebih dulu ada pemulihan pasar pada properti kelas atas di segmen penjualan baru. Namun mendongkrak pasar properti kelas atas ini tidak bisa instan. Menurut Totok, mesti ada efek domino dari pertumbuhan pasar kelas menengah.
"Sekarang pasar (properti) mewah itu memang sedang drop, kita berproses untuk mengangkatnya lagi. Caranya dengan menggerakkan yang kelas menengah lebih dulu. Dengan begitu ada efek domino yang terjadi ke segmen rumah mewah dan juga ke rumah sederhana," kata Totok saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (8/7).
Dia membeberkan, hunian kelas menengah dengan segmen Rp 2 miliar ke bawah menguasai pangsa pasar hingga 92,6%. Tanpa merinci, Toto menyebut segmen hunian mewah hanya memiliki pangsa pasar yang kecil, namun signifikan dalam membentuk sentimen pasar.
Adapun untuk dapat mendongkrak pasar properti kelas menengah, Totok menegaskan peran penting dari insentif Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Stimulus yang diberikan untuk hunian Rp 5 miliar ke bawah ini dinilai ampuh untuk menggerakkan industri properti.
Baca Juga: Penerbitan surat utang PTPP oversubscribed tiga kali
Oleh sebab itu, REI menyampaikan pentingnya kebijakan pemerintah untuk memperpanjang masa berlaku insentif PPN DPT dari yang semula berlaku Agustus menjadi Desember 2021. "Market memang sudah menunggu itu (perpanjangan insentif PPN DTP)," imbuh Totok.
Managing Partner Coldwell Banker Commercial Indonesia Tommy Bastamy menyampaikan, kondisi saat ini membawa perlambatan bisnis, sehingga banyak investor atau masyarakat yang membutuhkan dana cepat. Penjualan aset properti menjadi alternatifnya. Namun, perlu ada diskon yang lebih besar untuk bisa menjual unit properti secara cepat.
"Dengan demikian semakin banyak pemilik properti yang memerlukan dana cepat maka akan semakin banyak juga unit properti sekunder yang ditawarkan dengan diskon yang lebih tinggi," sebut Tommy.
Tommy juga melihat adanya penurunan kinerja pasar sekunder properti kelas atas, apalagi setelah terdampak pandemi. Permintaan lebih banyak berasal dari investor yang bertransaksi untuk mengambil keuntungan, dengan mengambil margin dari properti yang harganya di bawah harga pasar.
Dari sisi pengembang, Wakil Direktur Utama PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) Jeffry Tanudjaja melihat kontraksi di secondary market rumah mewah tak lepas dari efek covid-19. Pasalnya, sejak pandemi melanda pada tahun lalu, banyak ekspatriat yang meninggalkan Indonesia atau pergi ke tempat lain.
Tak sedikit ekspatriat yang memiliki maupun menyewa rumah atau apartemen mewah. Faktor lainnya ialah para penjual yang membutuhkan dana tunai secara cepat. "Seandainya mau lebih cepat jualnya, mungkin mau lepas di bawah harga pasar. Tapi kalau tidak mendesak, pasti akan tahan harga. Karena kalau investasi rumah mewah biasanya disewakan sambil menunggu apresiasi harga," terang Jeffry.
Sebagai pengembang properti di kawasan Pondok Indah, Jeffry menyampaikan segmen penjualan rumah MKPI saat ini semakin terbatas. Dia bilang, sekitar 85% pendapatan MKPI kini disumangkan dari segmen recurring income, termasuk dari penyewaan.
Baca Juga: Adhi Karya (ADHI) bukukan kontrak baru Rp 6,7 triliun hingga semester I 2021
Menurut Jeffry, dengan situasi yang penuh ketidakpastian saat ini, kondisi bisnis tahun 2021 tak akan berbeda jauh dibanding 2020. "Masih berusaha untuk bisa bertahan. Minimal (mencapai kinerja) sama dengan tahun lalu," ungkapnya.
Di sisi lain, meski pasar properti kelas atas dan secondary market sedang terkontraksi, kondisi ini tidak otomatis berdampak terhadap segmen lainnya. PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) optimistis situasi tersebut tidak akan berdampak signifikan.
Direktur Metropolitan Land Olivia Surodjo menyampaikan, saat ini pihaknya sedang fokus untuk menggarap pasar menengah dan menengah-bawah. Penurunan harga hunian mewah tidak akan membuat konsumen langsung bergeser ke segmen tersebut.
"Kami fokus di rumah kelas menengah, jadi beda market. Kalau kelas atas yang luxury turun 5%-10% untuk secondary market, efek ke kami nggak terlalu besar," ungkap Olivia.
Selanjutnya: Ada koreksi, Indonesia Property Watch: Pasar sekunder properti di Jakarta masih aman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News