Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penggabungan (merger) antara Garuda Indonesia dan Pelita Air yang diungkapkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, termasuk pengamat penerbangan Gatot Rahardjo. Erick menyebutkan bahwa penggabungan kedua maskapai tersebut telah dimasukkan dalam peta jalan (road map) enam bulan ke depan, meskipun proses merger tersebut masih dalam tahap kajian.
Dalam pernyataannya, Erick menjelaskan bahwa Garuda Indonesia dan Pelita Air akan dipadukan karena keduanya memiliki target bisnis yang berbeda. Garuda Indonesia akan tetap menjadi maskapai premium, sedangkan Pelita Air akan menyasar segmen premium ekonomi, sementara Citilink akan fokus pada pasar ekonomi. "Penggabungan ini memang akan dilaksanakan, tapi masih dalam kajian. Saya tidak tahu pasti target waktunya," ujar Erick.
Namun, Gatot Rahardjo, pengamat penerbangan yang juga menilai sebaiknya pemerintah lebih bijaksana dalam menyikapi rencana tersebut. "Kalau menurut saya, sebaiknya bukan merger langsung, melainkan dibentuk holding saja," ujar Gatot kepada KONTAN, Jumat (10/1).
Menurutnya, setiap maskapai dalam grup BUMN ini, seperti Garuda, Citilink, dan Pelita Air, memiliki model bisnis dan segmen pasar yang berbeda, sehingga mereka masih bisa beroperasi sesuai aturan masing-masing.
Baca Juga: Begini Progres Rencana Merger Antara Garuda Indonesia (GIAA) dan Pelita Air
Gatot menjelaskan bahwa Garuda Indonesia melayani pasar full service, Pelita Air di segmen medium service, dan Citilink berada di pasar no-frill. "Jadi, kalau disatukan dalam satu holding, tiap maskapai tetap bisa beroperasi sesuai dengan rencana bisnisnya masing-masing, dengan adanya satu holding yang mengatur kepentingan skala besar," lanjut Gatot.
Ia juga menekankan pentingnya efisiensi operasional, terutama dalam hal administrasi, pemasaran, dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Dengan membentuk holding, ketiga maskapai bisa lebih efisien dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, tanpa harus mengorbankan identitas atau segmen pasar yang telah mereka bangun.
Holding juga dapat menyatukan kepentingan dari ketiga maskapai tersebut dalam satu organisasi yang lebih besar, yang pada gilirannya bisa mendongkrak daya saing di industri penerbangan nasional.
Terkait dengan alasan mengapa negara perlu bertindak, Gatot mengungkapkan bahwa iklim bisnis penerbangan nasional saat ini memang menghadapi tantangan besar, terutama karena adanya dominasi satu grup maskapai yang menguasai hampir 70% pangsa pasar.
Menurutnya, hal ini mengarah pada kondisi monopoli yang kurang sehat. "Untuk mengimbangi dominasi tersebut, negara perlu melakukan sesuatu yang bisa memperbaiki iklim bisnis penerbangan nasional dan bermanfaat bagi masyarakat," ujarnya.
Ia berharap dengan adanya grup maskapai BUMN yang terkoordinasi dengan baik, akan tercipta kompetisi yang sehat di pasar penerbangan. Pemerintah, kata Gatot, bisa memainkan peran penting dalam mempengaruhi kompetisi ini melalui pengaturan yang adil.
Namun, Gatot juga mengingatkan bahwa penggabungan atau pembentukan holding maskapai ini hanya dapat terwujud jika antar kementerian dan lembaga terkait memiliki satu visi yang sama untuk memperbaiki industri penerbangan nasional.
"Hal ini bisa segera terlaksana jika pemerintah memiliki komitmen bersama untuk memperbaiki industri penerbangan, tanpa mengedepankan ego sektoral," pungkasnya.
Baca Juga: Bos Garuda Indonesia (GIAA) Ungkap Kabar Terbaru Soal Merger dengan Pelita Air
Selanjutnya: Sejarah Sepatu Onitsuka Tiger Mexico 66: Ikon Gaya yang Abadi
Menarik Dibaca: Harga Emas Dunia Naik Empat Hari, Menuju Kenaikan 1,26% Sepekan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News