Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
Sejatinya, Haryanto mengatakan bahwa APBI mendukung upaya dan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menuju net zero emisson.
"Namun tentunya, perlu diperhatikan kembali dan dikaji kembali untuk menyikapi dampak perubahan iklim terhadap kelangsungan industri batubara. Dampak tersebut perlu mempertimbangkan kepastian investasi dan keekonomian," tegasnya.
Koordinator Pengawasan Operasi Produksi dan Pemasaran Batubara Ditjen Minerba, Dodik Ariyanto mengatakan, kebijakan yang disusun oleh ESDM tidak dapat dilepaskan dari kebijakan energi nasional yang saat ini sedang disusun.
Baca Juga: Pemerintah Indonesia dan Jerman kerja sama dorong implementasi energi terbarukan
"Informasi yang kami peroleh, penggunaan batubara untuk pembangkit direncanakan akan berkahir pada 2060. Namun demikian kami masih menunggu dokumen resmi maupun kebijakan resmi terkait dengan pengurangan batubara tersebut," jelasnya.
Dodik menerangkan, kebijakan batubara tidak bisa dilepaskan dari cukup banyaknya cadangan dan sumber daya yang tersedia saat ini, yakni sebanyak 39 miliar ton cadangan batubara. Tingkat produksinya sekitar 600 juta ton sampai dengan 700 juta ton dan diperkirakan cadangan batubara Indonesia sampai dengan 2045 masih ada 22 miliar ton. Angka ini dapat berubah sewaktu-waktu jika ditemukan sumber baru lainnya.
"Hal ini tentunya perlu dipertimbangkan, bahwa industri batubara saat ini masih diharapkan sebagai salah satu pendorong ekonomi nasional," kata Dodik.
Dodik kembali menegaskan, saat ini Indonesia memiliki cadangan batubara yang sangat besar dan harus dimanfaatkan sebagai penggerak ekonomi nasional. Adapun pihaknya, mendorong dan mendukung hilirisasi batubara agar digunakan sebagai sumber energi lainnya serta menggunakan teknologi Carbon Capture, Utilizaton and Storage (CCUS) sebagai solusi pengurangan emisi dan Carbon Capture and Storage (CCS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News