kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.235.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.580   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.118   47,22   0,59%
  • KOMPAS100 1.119   4,03   0,36%
  • LQ45 785   1,90   0,24%
  • ISSI 286   2,08   0,73%
  • IDX30 412   0,93   0,23%
  • IDXHIDIV20 467   0,39   0,08%
  • IDX80 123   0,45   0,36%
  • IDXV30 133   0,76   0,57%
  • IDXQ30 130   0,07   0,05%

Sektor Manufaktur Melambat, Serikat Pekerja Sarankan Tekan Impor & Pacu Daya Beli


Sabtu, 04 Oktober 2025 / 04:25 WIB
Sektor Manufaktur Melambat, Serikat Pekerja Sarankan Tekan Impor & Pacu Daya Beli
ILUSTRASI. S&P Global menghitung PMI manufaktur Indonesia September 2025 di level 50,4, turun dari 51,5 pada Agustus.


Reporter: Adi Wikanto, Dendi Siswanto | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri manufaktur Indonesia masih menghadapi ancaman perlambatan. Hal ini terindikasi dari indeks manufaktur atau Purchasing Managers’ Index (PMI) sektor manufaktur Indonesia periode September 2025 yang melemah dibandingkan bulan sebelumnya. 

S&P Global menghitung PMI manufaktur Indonesia September 2025 di level 50,4, turun dari 51,5 pada Agustus. Indeks manufaktur di atas 50 menandakan masih adanya ekspansi. 

Namun penurunan PMI menjadi pertanda bahwa laju ekspansi sektor manufaktur semakin lambat. Survei S&P Global menunjukkan permintaan baru memang tumbuh selama dua bulan berturut-turut, terutama didorong pasar domestik. Tapi, volume produksi justru menurun untuk kelima kalinya dalam enam bulan terakhir, akibat melemahnya daya beli konsumen.

“Perekonomian manufaktur Indonesia sedikit membaik pada bulan September, didorong oleh peningkatan berkelanjutan pada permintaan baru. Namun demikian, volume produksi menurun karena perusahaan mencatat penurunan daya beli klien," ujar Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti, dalam keterangannya, Rabu (1/10).

Baca Juga: Komdigi Bekukan Izin TikTok, Pengguna Tidak Bisa Live

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi menilai, masih terkontraksinya PMI manufaktur Indonesia salah satunya diakibatkan masih melemahnya daya beli masyarakat. "Itu lantaran, masyarakat memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pokok yang harga bahan-bahannya mengalami kenaikan," ujar Diana kepada Kontan.co.id, Rabu (1/10).

Menurutnya, lemahnya daya beli masyarakat membuat pabrik mengurangi jumlah produksi berkelanjutan. Bahkan mungkin terpaksa menyetop produksi sejumlah item sambil menunggu stok di gudang berkurang. 

"Penumpukan barang yang terlalu banyak juga tentu kurang baik bagi stabilitas perusahaan," katanya.

Penyebab lainnya adalah naiknya inflasi di September 2025 menjadi 2,65%, dibanding Agustus 2025 sebesar 2,31%. Inflasi pada September 2025 merupakan yang tertinggi sejak Mei 2024 lalu. 

Kemudian, permintaan ekspor juga turun. "Bisa jadi sebagai dampak penerapan tarif resiprokal yang diberlakukan Pemerintah AS," katanya.

Baca Juga: Harga 4 Saham Blue Chip Bank Rontok, Manakah yang Layak Beli Hari Ini (3/10)?

Memacu manufaktur dengan kurangi impor

Dalam keterangan resmi, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moh. jumhur Hidayat punya resep sendiri dalam membangkitkan kembali industri nasional yang kini sedang mengalami masa-masa sulit. "Pastikan barang yang bisa kita produksi sendiri tidak usah ada barang luar negeri yang bisa masuk, atau kalau boleh masuk kenakan cukai yang tinggi," kata Jumhur Hidayat pada Seminar Industri Nasional "Industri Manufaktur Indonesia Terkini: Menavigasi Tantangan dan Peluang Berdasarkan Indeks PMI", Jumat (3/10).

Ketua Umum KSPSI itu meyakini Presiden Prabowo Subianto itu gandrung industri, gandrung membangun kekuatan sendiri. Karena itu, ia mengajak semua pihak untuk menunggu dan menekan agar kepastian kegandrungannya itu menjadi kebijakan. 

Jumhur bahkan menantang Menteri Ketenagakerjaan Yassierli yang hadir di acara tersebut untuk menjadi "provokator" di kabinet supaya memastikan barang yang bisa diproduksi sendiri tidak usah lagi diimpor. Kalau pun harus impor maka harus dikenakan cukai yang tinggi.

Tonton: Tak Mau Beli dai Pertamina, Stok BBM Shell, BP, hingga Vivo Terancam Kosong Sampai Akhir Tahun

Bersamaan itu, pemerintah harus meningkatkan daya beli masyarakat. Menurut Jumhur, industri bisa menghasilkan apapun, tapi kalau tidak ada yang beli maka industri tidak akan tumbuh. 

"Jadi adanya niat baik untuk memperkaya petani, UMKM, Koperasi Desa Merah Putih, makan bergizi gratis dan sebagainya harus kita dukung karena itu meningkatkan daya beli," tutur Jumhur.

Ia mengambil contoh kebijakan yang diambil Pemerintah Jepang yang membolehkan impor tapi cukainya 700% karena dia tahan harga beras Rp 100.000/kg, supaya petani-petani di Jepang tetap berkemampuan daya beli sehingga semua sektor industri bisa dibeli mereka juga.

Jadi, lanjut Jumhur, produsen dari kita, konsumen dari kita, modal sebisa mungkin kita, kemudian tenaga kerjanya juga kita, bahan baku juga dari kita.  "Lima unsur ini yang disebut circular domestic economy, yang Bung Karno bilang Indonesia berdikari," tutur Jumhur.

Kalau kurang, Jumhur setuju untuk minta pertolongan asing. Modal kurang, minta asing investasi. Pasar jenuh baru kita ekspor. Tapi orang dalam negeri harus bisa beli dulu, dan ekspor harus ada nilai tambah, jadi ada retained value added.  "Jangan cuma ekspor bahan mentah, tembang mentah," tegas Jumhur.

Selanjutnya: Cara Mengedit Video di YouTube Studio untuk Mengembangkan Channel,Ini Panduannya

Menarik Dibaca: Cara Mengedit Video di YouTube Studio untuk Mengembangkan Channel,Ini Panduannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×