Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen semen, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) mengakui kondisi pasokan semen nasional masih berlebih, namun oversupply mulai berkurang di tahun ini. Maklum, tahun ini diperkirakan tidak ada penambahan pabrik semen baru.
"Kalau kapasitas tidak bisa kami kurangi atau tambahi, sejelek-jeleknya konsumsi tengah turun maka harus ada pabrik yang dimatikan produksinya (off)," sebut Agung Wiharto kepada Kontan.co.id, Minggu (18/2).
Sampai saat ini menurut Agung, kapasitas terpasang semen nasional mencapai 100 juta ton per tahun. Dengan asumsi semua pabrik di Indonesia berjalan baik, total yang diproduksi bisa mencapai angka sekitar 85% dari total kapasitas terpasang tadi.
Persentase itu disebut Agung sebagai best practice produksi pabrikan semen. "Sehingga dengan best practice tersebut total produksi tahun lalu sekitar 85 juta ton, sementara konsumsi nasional di 2017 di level 66 juta ton," urainya.
Dengan jumlah ekspor yang kurang lebih di kisaran 3 juta-4 juta ton, maka kelebihan suplai produk semen di Indonesia menurut hitung-hitungan Agung berada di kisaran 15 juta ton.
Sementara tahun ini tidak ada penambahan pabrik baru, sehingga jumlah produksi semen nasional diperkirakan masih sama. "Kalau tahun ini masih tumbuh kisaran 6%, maka ada konsumsi naik menjadi 70 juta ton. Kalau jumlah ekspor sama, oversupply jadi sekitar 10 juta ton," beber Agung.
Apakah kondisi ini sudah cukup baik bagi industri semen? Agung menjelaskan yang menjadi soal bagi industri ialah bagaimana kapasitas produksi tidak berlebihan ketimbang permintaan. "Soalnya saat ini masih berat, secara harga kami tertekan," ucap Agung.
Kondisi ini menyebabkan SMGR harus pandai-pandai melakukan efisiensi di segala lini, khususnya biaya distribusi. Menurutnya, perusahaan ini memiliki 26 batching plant dan 14 pelabuhan sendiri serta banyak gudang. Rantai pasokan tersebut yang dimanfaatkan supaya biaya logistik murah.
Adapun belanja modal (capital expenditure/capex) SMGR tahun ini, menurut Agung, hanya untuk pemeliharaan saja. Menurut perhitungannya, setidaknya perseroan ini mengeluarkan biaya perawatan sekitarn US$ 2,5 per ton semen yang diproduksi. "Tahun ini mungkin hampir Rp 2 triliun," terang Agung.
SMGR masih optimistis untuk meraih pertumbuhan bisnis di tahun ini lantaran didorong oleh kebutuhan proyek infrastruktur pemerintah. "Kebanyakan proyek itu pakai semen curah, meski harganya lebih murah tapi permintaannya dirasa mampu menumbuhkan permintaan semen di ritel," ungkap Agung.
Dalam tiga tahun terakhir, permintaan semen curah mengalami peningkatan. Jika sebelumnya porsi penjualan semen curah nasional hanya 20%, saat ini porsinya sudah mencapai 25%. Untuk itu, perseroan ini bakal menyiapkan produk-produk pendukung terhadap permintaan jenis semen tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News