kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   18.000   1,19%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Semester I 2019, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia tumbuh 10%


Selasa, 06 Agustus 2019 / 23:02 WIB
Semester I 2019, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia tumbuh 10%


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia mulai dari crude palm oil (CPO) dan turunannya, biodiesel dan oleochemical mengalami pertumbuhan sebesar 10% secara year on year (yoy).

Di Semester I tahun ini, ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 16,84 juta ton meningkat dari semester I tahun lalu yang sebesar 15,30 juta ton.

Meski mengalami kenaikan, tetapi Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menganggap kinerja ini belum maksimal. "Kenaikan volume ekspor ini seharusnya masih bisa digenjot lebih tinggi lagi, akan tetapi karena berbagai hambatan perdagangan membuat kinerja ekspor tidak maksimal," ujar Mukti dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (6/8).

Baca Juga: Gapki: Serapan biodiesel dalam negeri tumbuh 144% di semester I

Adanya berbagai dinamika di pasar global khususnya tujuan utama ekspor Indonesia yakni India, Uni Eropa, China dan Amerika Serikat dianggap menjadi penyebab kinerja ekspor sawit yang tak maksimal. Di India misalnya, Indonesia kalah berasing dengan Malaysia, khususnya untuk refined products. Bila dilihat, bea masuk untuk refined products dari Indonesia lebih tinggi 9% dari Malaysia.

Sementara, Uni Eropa yang menggaungkan RED II ILUC ditambah tuduhan subsidi biodiesel ke Indonesia turut mempengaruhi ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Tak hanya itu, perang dagang China dan Amerika Serikat turut mempengaruhi pasar minyak nabati dunia.

Bila melihat volume ekspor CPO dan turunannya di semester I, pertumbuhannya hanya sebesar 7,6% atau dari 14,16 juta ton menjadi 15,24 juta ton. Gapki mencatat terjadi penurunan ekspor CPO dan turunannya ke hampir semua negara tujuan ekspor Indonesia kecuali China.

Baca Juga: Waduh, pelemahan yuan berpotensi menyulitkan Indonesia

Ekspor CPO dan turuannya (tidak termasuk biodiesel dan olechemical) ke China di semester I mencapai 2,54 juta ton atau meningkat 39% yoy. "Meningkatnya permintaan dari China merupakan salah satu dampak dari perang dagangnya dengan AS, dimana China mengurangi pembelian kedelai secara signifikan dan menggantikan kebutuhan mereka dengan minyak sawit," terang Mukti.

Kinerja ekspor yang meningkat signifikan ini tak dialami negara lain, ekspor CPO dan turunannya ke Uni Eropa di semester I hanya meningkat 0,7% yoy menjadi 2,41 juta ton. Ekspor ke India bahkan mengalami penurunan 17% yoy, ke Amerika Serikat menurun 12%, Pakistan 10%, dan Bangladesh 19%.

Ketidakpastian dalam dinamika pasar minyak nabari dunia karean permintaan dari pasar ekspor tidak meningkat signifikan mengakibatkan harga CPO tetap bergerak di kisaran harga yang rendah. Sepanjang semester I 2019, harga CPO global bergerak di kisaran US$ 492,5 – US$ 567,5 per metrik ton dengan harga rata-rata di kisaran US$ 501,5 – US$ 556,5 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×