Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serikat Petani Indonesia (SPI) mengatakan bahwa harga padi terus menurun sejak penetapan harga acuan gabah dan beras oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang disepakati bersama asosiasi penggiling, Perum Bulog dan Beberapa perusahaan swasta beberapa waktu lalu.
Berdasarkan laporan dari berbagi daerah sentra beras seperti Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Mojokerto, Jawa Timur, harga gabah kering panen (GKP) hari ini hanya mencapai Rp 3.500 per kg, dari yang sebelumnya Rp 5.600 per kg.
"Petani bangkrut sebangkrut-bangkrutnya, apalagi ini di Jawa Timur sudah mulai 50% panen raya," kata Ketua Umum SPI dalam Henry Saragih, Senin (27/2).
Menurutnya Bapanas membuat kebijakan yang mengarahkan harga batas bawah dan atas yang rentan dimanfaatkan pembelianya untuk ambil harga terendah. Terbukti dari harga gabah petani yang turun drastis pasca kebijakan tersebut ditetapkan.
Baca Juga: Bertemu HKTI, Badan Pangan Pastikan Harga Batas Atas Pembelian Gabah Lindungi Petani
Henry menegaskan, SPI menyesalkan kebijakan tersebut karena seharusnya Bapanas yang dibentuk berdasarkan UU Pangan tersebut tidak membuat kesepakatan dengan perusahaan penggilingan padi dan korporasi padi.
"Bapanas seharusnya membuat kebijakan yang memerintahkan, karena Bapanas itu bukanlah holding company pangan, tapi badan nasional," katanya.
Henry menilai, Bapanas seharusnya menetapkan HPP baru atau harga batas bawah dan atas padi dan beras, bukannya membuat kesepakatan yang bahkan tanpa melibatkan asosiasi petani.
Henry menyebut, HPP baru dan kebijakan baru diperlukan di tengah kondisi memasuki panen raya saat ini.
"Kami tegaskan, harga batas bawah Rp4.200 dan harga batas atas Rp4.550 ini akan merugikan petani, dan terbukti sudah merugikan petani karena cenderung abai terhadap fakta-fakta bahwa terjadi peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani," sambungnya.
Baca Juga: Buyung Putra Sembada (HOKI) Lanjutkan Transformasi Bisnis pada Tahun Ini
“Sebaliknya, HPP ini bisa menjadi pundi-pundi bagi korporasi pangan skala besar untuk dapat membeli gabah dari petani dengan harga murah, lalu memprosesnya (mengolah dan mendistribusikan nya) dengan standart premium dan harga yang premium atau harga tinggi,” katanya lagi.
Henry menambahkan, kebijakan harga ini diperlukan sebagai bagian dari penataan atas kebijakan pangan di Indonesia saat ini, di mana perlunya suatu kebijakan yang menyangkut menempatkan Bulog sebagai lembaga yang mengurus cadangan pangan nasional.
Henry menilai, di tengah posisi Bulog sebagai perum dan tugasnya yang terbatas sekarang tidak mungkin bisa menjalankan misinya untuk mencadangkan pangan pemerintah.
"Selain itu diperlukannya suatu kebijakan cadangan pemerintah daerah dan cadangan pangan masyarakat. Karena tanpa cadangan pangan daerah dan masyarakat suatu hal yang tak mungkin menegakkan kedaulatan pangan," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News