kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Setelah larangan ekspor nikel, bagaimana nasib mineral mentah lain?


Minggu, 15 September 2019 / 19:40 WIB
Setelah larangan ekspor nikel, bagaimana nasib mineral mentah lain?


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

Dengan adanya keempat smelter tersebut, kebutuhan bijih nikel kadar rendah pada tahun 2021 ditaksir mencapai 27 juta ton per tahun. "Totalnya butuh ore 27 juta, itu baru empat proyek. Apalagi nanti (smelter) yang sedang dibangun akan beroperasi juga," katanya.

Asal tahu saja, pertimbangan lain dalam percepatan larangan ekspor nikel lantaran banyaknya smelter nikel yang sudah ada di dalam negeri. Saat ini, sebanyak 11 smelter sudah terbangun dan 25 smelter dalam tahap pembangunan, sehingga totalnya bakal ada 36 smelter.

Baca Juga: Harga tembaga tertekan karena pelemahan data ekonomi China

Oleh sebab itu, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang pengusahaan pertambangan minerba, hanya bijih nikel kadar kurang dari 1,7% yang masa pelarangan ekspornya dipercepat hingga menjadi 31 Desember 2019.

Sedangkan untuk penjualan bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kasar lebih dari atau sama dengan 42%, masih berlaku hingga 11 Januari 2022.

Sehingga, Yunus meminta supaya tidak ada spekulasi pasar. Sebab, selama belum ada peraturan baru yang diterbitkan secara resmi, maka regulasi yang ada masih tetap berlaku.

"Jadi masih sesuai dengan regulasi yang sudah terbit, selama belum ada perubahan," katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa pemerintah membuka peluang untuk percepatan larangan ekspor pada jenis mineral mentah lainnya, seperti timah dan bauksit.

Baca Juga: Indo Tambangraya Megah (ITMG) komitmen penuhi ketentuan DMO

Hal itu dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah pada penghiliran mineral dan mempercepat pengembangan industri di dalam negeri. "Kalau kita sudah ada investor-investor yang masuk untuk hilirisasi di timah, aspal, alumina, bauksit dan sebagainya, kenapa tidak?" kata Luhut seperti yang dilansir dalam Kompas.com, Kamis (12/9).

Namun, Yunus enggan untuk memberikan komentar atas pernyataan Luhut tersebut. "Untuk itu saya no commet. Saya bicara yang teknis saja," tandas Yunus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×