kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45863,29   1,62   0.19%
  • EMAS1.361.000 -0,51%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Siap-siap Tarif Listrik akan Naik Setelah Juni? Ini Kata Kementerian ESDM


Rabu, 05 Juni 2024 / 04:05 WIB
Siap-siap Tarif Listrik akan Naik Setelah Juni? Ini Kata Kementerian ESDM
ILUSTRASI. Kementerian ESDM buka suara terkait potensi penyesuaian tarif listrik setelah Juni 2024. KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat harus bersiap dengan adanya potensi kenaikan tarif listrik setelah Juni. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara terkait potensi penyesuaian tarif dasar listrik (tariff adjustment) setelah Juni 2024 atau kuartal III-2024.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu menyatakan, kepastian tarif listrik akan naik atau tidak belum bisa diumumkan sekarang.

"Belum bisa dijawab, tunggu saja itu nanti," ujarnya di Gedung DPR di Jakarta, Senin (3/6).

Jisman menegaskan bahwa tarif dasar listrik dipastikan tidak akan naik hingga Juni 2024, sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo pada Februari 2024.

"Tidak ada kenaikan sebelum bulan Juni," jelas Jisman.

Baca Juga: PLN Catatkan Penambahan Pelanggan 3,5 Juta pada 2023

Sebelumnya, Presiden Jokowi memutuskan tidak menaikkan tarif listrik dan tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga Juni 2024.

Direktur Perencanaan Korporat & Pengembangan Bisnis PT PLN (Persero) Hartanto Wibowo menyatakan bahwa PLN akan mengikuti kebijakan dari pemerintah terkait listrik tarif listrik.

"Ya kami mengikuti pemerintah," katanya saat ditemui di acara PT PLN (Persero) dan Harian Kompas, di Jakarta, Selasa (4/6).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan realisasi subsidi listrik hingga April 2024 telah mencapai Rp 23,45 triliun.

Jisman menerangkan, realisasi ini setara 32% dari total alokasi subsidi listrik tahun ini yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 73,24 triliun. 

"Besaran subsidi listrik tetap dikendalikan dengan penerapan subsidi tepat sasaran dan pengendalian Biaya Pokok Produksi (BPP) tenaga listrik melalui specific fuel consumption, susut jaringan, penerapan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dan Domestic Market Obligation (DMO) batubara," kata Jisman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI, Senin (3/6).

Baca Juga: Pemerintah Berencana Naikkan Tarif Listrik Golongan 3.500 VA ke Atas Pada Tahun 2025

Jisman menjelaskan, upaya pengendalian subsidi tetap dilakukan di tengah tantangan peningkatan BPP tenaga listrik. Adapun, alokasi subsidi listrik dalam APBN 2024 sebesar Rp 73,24 triliun. Adapun, untuk tahun 2025 mendatang, Kementerian ESDM mengusulkan besaran subsidi listrik sebesar Rp 83,02 triliun hingga Rp 83,36 triliun dengan target penerima subsidi sebanyak 42,08 juta pelanggan.

Sementara itu, pemerintah berencana untuk melakukan tariff adjustment atau penyesuaian tarif untuk pelanggan listrik non subsidi golongan rumah tangga 3.500 Volt Ampere (VA) ke atas dan golongan pemerintah. 

Rencana tersebut sebagai upaya transformasi subsidi dan kompensasi energi untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) yang lebih baik.

Hal ini tertuang dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Adapun dokumen tersebut bakal menjadi dasar belanja pemerintahan baru, Prabowo-Gibran.

"Pelanggan listrik dengan daya 3500 VA ke atas merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Memberikan kompensasi kepada golongan tarif ini sangat bertentangan dalam dengan prinsip distribusi APBN, sehingga sudah sewajarnya tarif untuk golongan pelanggan ini dapat disesuaikan," tulis dokumen KEM-PPKF, dikutip Selasa (4/6).

Ahli Transisi Energi yang juga Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai persoalan tarif listrik sudah semakin akut dan telah membuat keuangan PLN morat marit.

Persoalannya, kata Fabby, Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk konsumen R1-450 VA, 900 VA (rumah tangga mampu) B1 dan I1 tidak pernah disesuaikan sejak 2004. Padahal kelompok pelanggan ini mengkonsumsi 45% listrik PLN.

"Dampaknya adalah subsidi listrik dan kompensasi kepada PLN terus naik, seiring dengan membesarnya kesenjangan antara Biaya Pokok Produksi Listrik dengan tarif listrik yang ditetapkan oleh pemerintah," kata Fabby kepada KONTAN, Selasa (4/6).

Untuk menekan subsidi, Fabby mengungkapkan  bahwa PLN dengan persetujuan pemerintah terus menerus menaikan tarif listrik utuk golongan R1 di atas 2200 VA dan R2 dan R3.

Kelompok pelanggan ini yang harus menanggung kenaikan beban yg tinggi karena pemerintah tidak mau menyesuaikan tarif listrik untuk kelompok pelanggan lain.

"Menurut saya tindakan ini tidak tepat. Kelompok berpendapatan menengah harus menanggung beban yang banyak akibat kebijakan pemerintah (lainnya BPJS, Tapera, dll)," ungkap Fabby.

Menurut Fabby, pemerintah dan DPR harus mau menyesuaikan TTL untuk rumah tangga R1-450 dan 900 VA, B1 dan I1, secara bertahap sehingga dapst menutup pendapatan PLN tanpa  perlu menaikan TTL untuk pelanggan >3300 VA.

Opsi lain adalah pemerintah menetapkan block tariff untuk kelompok pelanggan yg disubsidi. Block pertama adalah konsumsi listrik yang dasar (~ k.l. 50 kWh/bln) yang mendapatkan subsidi. Konsumsi listrik sesudahnya dikenakan tarif listrik progresif. 

"Saya mendesak agar regulator (KESDM) transparan atas perkembangan BPP PLN dan mengumumkan ke publik secara berkala Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik PLN, dan mengkaji ulang kebijakan tarif lisrik," tandas Fabby.

Berbeda, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menuturkan, golongan 3500 VA jenis pelanggan mampu, dengan daya beli yang baik, sehingga di atas kertas tidak akan terlalu berdampak terhadap daya beli mereka.

"Dengan kenaikan itu ya tanggungjawab PLN untuk memasok energi listrik yang lebih andal pada mereka, sebagai bentuk kompensasi. Plus memberikan pelayanan yang lebih baik paska kenaikan," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (4/6).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memandang, kenaikan tarif listrik akan berimplikasi beban masyarakat kelas menengah akan semakin meningkat dan implikasi pada inflasi administered price akan meningkat.

"Perlu ditinjau ulang mengingat sebagian besar kelas menengah saat tingkat konsumsinya masih stagnan (di bawah 5%)," ujar Tauhid.

Tauhid menambahkan, rencana kenaikan tarif perlu mempertimbangkan harga minyak dunia (brent) cenderung turun dan bahkan harga BBM saja tidak naik sehingga justifikasi kenaikan tarif PLN menjadi kurang relevan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×