Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Akhirnya, pemerintah benar-benar membuat kebijakan baru mengenai penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sebagaimana pernah ditulis KONTAN 30 Oktober 2008 lalu, mulai tahun depan, harga Premium dan Solar bersubsidi akan turun naik mengikuti harga pasar.
Tentu saja, naik turunnya harga tidak akan tanpa batas. Pemerintah akan menetapkan batas atas atau ceiling price dan juga batas bawah alias floor price untuk komoditas yang sangat strategis ini. Cuma, "Ini hanya berlaku untuk Premium dan Solar bersubsidi," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu, Senin (17/11) malam.
Dengan metode baru baru ini, jika harga minyak dunia melangit melampaui batas atas, harga Premium dan Solar bersubsidi akan tetap mentok di ceiling price. Otomatis pemerintah harus menombokinya dengan subsidi. Sebaliknya, jika harga minyak dunia turun drastis. Harga premium dan Solar bersubsidi tak akan merosot di bawah floor price. Pemerintah pun bisa untung dari berjualan BBM.
Sedangkan harga minyak tanah dan elpiji berukuran tiga kilogram tidak akan naik turun. Pemerintah memberlakukan harga tetap karena akan memberi subsidi secara penuh.
Cuma, hingga saat ini pemerintah belum menentukan berapa ceiling price maupun floor price itu. KONTAN belum berhasil meminta keterangan dari Direktur Jenderal Migas Departemen ESDM Evita Legowo.
Pakar perminyakan Kurtubi mengusulkan pemerintah menetapkan batas atas harga Premium antara Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per liter. Sedangkan batas bawahnya Rp 2.000 per liter. "Batas atasnya jika harga minyak mencapai US$ 140 per barel, sedangkan batas bawah kalau harga minyak turun hingga US$ 30 per barel," kata Kurtubi.
Metode penetapan harga yang baru ini, menurut Kurtubi, bisa membuat masyarakat cepat menikmati penurunan harga Premium dan Solar jika harga minyak dunia sedang turun. Namun Kurtubi berpesan agar pemerintah memperhatikan kemampuan masyarakat dalam menetapkan batas atas.
Para pengusaha juga menerima skim baru ini. Bahkan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Investasi Chris Kanter mengklaim, metode baru penetapan harga BBM bersubsidi ini adalah usulan organisasinya. "Tentu ada dampaknya pada pengusaha, tapi tidak besar. Yang penting masyarakat mendapatkan edukasi mengenai harga minyak," ujarnya.
Sejauh ini, Kadin belum mengusulkan berapa batas atas yang pantas untuk Premium dan Solar. Tentu, batas itu juga tergantung pada anggaran subsidi tahun depan.
Kendati sudah membuat terobosan dengan skim baru mulai 2009, pemerintah masih enggan menurunkan harga Solar bersubsidi pada 1 Desember 2008 nanti, bersamaan dengan turunnya harga Premium. Pemerintah menilai harga solar bersubsidi saat ini masih di atas harga keekonomian sehingga belum bisa turun. "Harga solar bersubsidi baru bisa turun kalau harga rata-rata minyak mentah Indonesia US$ 57 - US$ 58 per barel," kata Anggito.
Namun Kurtubi langsung mengkritik alasan itu. "Pemerintah hanya mencari alasan agar tidak menurunkan harga solar bersubsidi," kata Kurtubi.
Sebelumnya pemerintah pernah berjanji akan menurunkan harga Solar bersubsidi jika harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) stabil di kisaran US$ 60 per barel selama dua bulan. Hingga awal November lalu, ICP sudah US$ 54 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News