Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Penurunan harga minyak hingga US$ 40 per barel membuat perusahaan minyak dan gas bumi (migas) ogah-ogahan mendongkrak produksi. Walhasil target produksi minyak di bujet negara 2015 sebesar 825.000 barel per hari (bph) gagal tercapai.
Dalam hitungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) rata-rata produksi minyak hanya bisa mencapai 812.000 bph sepanjang tahun ini.
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, Rabu (26/8), bilang, penurunan harga minyak mentah dunia memang mempengaruhi bisnis kontraktor migas, Alhasil SKK Migas meminta untuk merevisi keuangan dan program kerja KKKS di tahun ini. "Sekarang revisinya sudah selesai. Kalau dibilang ada proyek yang ditunda, saya katakan tidak. Tetapi disebut ada revisi, iya," katanya diplomatis.
Dia menyebut, penurunan produksi minyak terutama di Blok Cepu, Lapangan Banyu Urip yang sempat mengalami penundaan produksi satu setengah bulan karena masalah kerusuhan awal Agustus 2015. "Kami harap tidak ada masalah lagi. kalau ada masalah mundur lagi," ujar Amien.
Di sisi lain, penurunan harga minyak yang tengah menurun juga membuat sejumlah kontraktor migas berminat untuk masuk ke Indonesia menggarap sejumlah blok migas yang ada seperti Ophir Energy Plc. dan Repsol.
"Mereka masuk karena pas harga minyak turun biaya service turun, saat itulah waktunya untuk berinvestasi," ujar Amien. Namun, ada juga yang hengkang dari Indonesia semisal Hess Corp, Murphy Oil, dan Salamander.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News