Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan produksi minyak akan meningkat pada semester II-2024.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro menyebutkan bahwa produksi minyak nasional pada semester I-2024 mencapai 578.272 bopd atau 91% dari target APBN tahun 2024.
"Capaian produksi ini diperkirakan akan meningkat pada semester II dengan masuknya kontribusi dari akselerasi pemboran sumur (termasuk program workover), salah satunya dari Banyu Urip Infill Clastic dan proyek onstream seperti lapangan Akatara dan Forel," kata Hudi kepada Kontan, Senin (15/7).
Ia menerangkan, program Filling the Gap mencakup inisiatif program tambahan dan akselerasi WO/WS, program debottlenecking fasilitas produksi, optimasi salur gas, termasuk upaya-upaya pengurangan bahan bakar/flare, serta optimasi kegiatan planned S/D (di luar program WP&B 2024) yang diharapkan sudah berkontribusi untuk memperkecil kesenjangan produksi minyak.
Baca Juga: Penurunan Produksi Minyak Terus Berlanjut
"Selain itu, upaya pemeliharaan juga dijalankan untuk memastikan kehandalan fasilitas produksi hingga akhir tahun," ujar Hudi.
Hudi menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan inventarisasi dan diskusi teknis dengan semua KKKS dan sudah ada rekomendasi teknis untuk setiap lapangan, seperti studi suburface untuk memastikan potensinya, reaktivasi sumur atau pemboran.
Sebelumnya, Kontan melaporkan bahwa di tengah upaya menggenjot produksi siap jual atau lifting minyak, realisasi produksi minyak di Indonesia justru terus mengalami penurunan hingga semester I-2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam dokumen Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II melaporkan bahwa realisasi Pendapatan Sumber Daya Alam Migas pada semester I tahun 2024 mencapai Rp 55.509,7 miliar atau 50,4% terhadap target APBN 2024, terkontraksi sebesar 7,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Perlambatan ini terutama disebabkan oleh penurunan lifting baik minyak bumi maupun gas bumi. Rata-rata lifting minyak bumi sampai dengan semester I tahun 2024 mencapai 561 ribu barel per hari (rbph), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebesar 605 rbph.
"Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan tingkat alamiah sumur migas yang tinggi sejalan dengan fasilitas produksi migas utama yang telah menua," tulis Sri Mulyani, dikutip Minggu (14/7).
Baca Juga: 38 Blok Migas Mangkrak Tak Produksi, Ada Kerugian Negara?
Pengamat Migas sekaligus mantan President Indonesian Petroleum Association (IPA) Tumbur Parlindungan menuturkan, kurangnya investasi dalam 15 tahun terakhir menyebabkan turunnya produksi pada dekade ini, ditambah dengan lemahnya kepastian hukum dalam berinvestasi terutama 5-10 tahun terakhir.
"Kepastian hukum dalam berinvestasi sangat dibutuhkan untuk investasi jangka panjang, yang membutuhkan biaya sangat besar terutama untuk minyak dan gas," kata Tumbur kepada Kontan, Senin (15/7).
Menurut Tumbur, usaha-usaha yang dilakukan saat ini lebih banyak untuk mengurangi laju penurunan produksi. Tanpa adanya kegiatan eksplorasi yang masif dan dilanjutkan dengan pengembangan, akan sangat sulit untuk meningkatkan produksi di masa depan.
Untuk itu, kata Tumbur, Indonesia membutuhkan investasi besar jika ingin mengembalikan tingkat produksi seperti 20 tahun lalu. Tanpa adanya investasi besar, kepastian hukum dalam berinvestasi, penyederhanaan regulasi, peningkatan produksi hanya akan menjadi mimpi bersama.
Sekretaris Jenderal ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, upaya peningkatan produksi dilakukan melalui percepatan pemboran sumur pengembangan dan reaktivasi bagian blok migas potensial yang idle. Selain itu, ada juga program reserve to production, EOR, dan eksplorasi masif.
"Untuk menjaga keekonomian proyek dan upaya optimalisasi produksi, Kementerian ESDM dapat memberikan insentif hulu migas sesuai Kepmen ESDM 199/2021," kata Dadan kepada Kontan, Minggu (14/7).
Baca Juga: SKK Migas Ungkap Ada 28 Blok dan 225 Lapangan Migas Tidak Berproduksi
Dadan menuturkan, untuk mengurangi impor minyak juga dilakukan pengendalian di sisi konsumsi baik di sektor pembangkit listrik, industri, rumah tangga, dan transportasi.
Selain itu, program peningkatan produksi juga dilakukan melalui reaktivasi lapangan migas potensial yang idle agar, pertama, segera diusahakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) eksisting.
Kedua, dikerjasamakan dengan badan usaha lain. Ketiga, diusulkan oleh KKKS eksisting untuk dikelola oleh KKKS lain. Dan keempat, dikembalikan ke Pemerintah untuk selanjutnya dapat dilelangkan kembali.
"Upaya-upaya tersebut sesuai Keputusan Menteri ESDM 110/2024, berdasarkan evaluasi, rencana dan tata waktu yang direkomendasikan oleh SKK Migas atau BPMA," tandas Dadan.
Ekonom Energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, memandang bahwa selama masih terus mengandalkan lapangan mature, lifting dari waktu ke waktu sudah sangat bisa diprediksi. Ke depan hanya akan berlanjut penurunan, tergantung seberapa tajam atau landai penurunan tersebut.
"Kalau sekadar bagaimana target lifting bisa tercapai, ya targetnya saja yang dibuat lebih realistis; lebih didasarkan atas kalkulasi teknis yang secara operasional lebih bisa dijangkau atau dikontrol," ungkapnya kepada Kontan, Minggu (14/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News