Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan aturan baru yang memaksa perusahan pemilik fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) supaya bisa menyerap nikel kadar rendah.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menyatakan, banyak penumpukan bijih nikel kadar rendah (stockpile). "Pemerintah akan memaksa smelter menggunakan nikel low grade, kalau memang tidak bisa diekspor," katanya, Rabu (21/12).
Saat ini, Kementerian ESDM, tengah membahas penentuan harga nikel kadar rendah itu agar bisa masuk dalam formula Harga Patokan Mineral (HPM). "Jadi diatur di sini," kata Bambang.
Kebijakan ini akan menguntungkan PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Maklum, saat ini ada sekitar 5 juta ton nikel kadar rendah tersimpan dalam stockpile ANTM.
Namun, Direktur Utama Antam Teddy Badrujaman menilai kebijakan tersebut belum tentu menurunkan stocpile lantara tak ada aturan yang mewajibkan pembelian nikel kadar rendah dari Antam. "Karena tidak ada ketentuan menyerap dari Antam, kami tetap menginginkan agar nikel kadar rendah bisa diekspor," tandasnya, di Kementerian BUMN, Rabu (21/12).
Direktur Pengembangan PT Indoferro, Jonatan Handojo menyatakan akan kesulitan jika Permen ESDM tersebut terbit. Sebab, yang bisa memakai nikel kadar rendah, hanya jenis smelter blast furnace. Sementara smelter RKEF tidak bisa mengkonsumsi kadar nikel 1,7% itu.
Saat ini jenis blast furnace berjumlah 15 smelter, sedangkan RKEF hanya lima smelter. Tapi smelter RKEF tersebut memiliki kapasitas yang besar. "Smelter RKEF sudah kesulitan mendapat nikel ore kadar 1,9 %. Jika memakai 50%-50% mana bisa beroperasi," ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News