Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, bakal mengatur harga bijih mineral yang tidak boleh diekspor, khususnya untuk nikel berkadar rendah.
Pengaturan dilakukan supaya nikel kadar rendah bisa diserap oleh fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam negeri.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, tim kecil yang dibentuk di Kementerian Perekonomian juga membahas mengenai masalah yang berkaitan dengan formula harga nikel kadar rendah.
"Tim kecil kan disuruh ngitung formulasi yang tepat untuk ore yang tidak bisa diekspor. Jadi akan dibuat satu ketentuan harga yang dibuat regulasinya," katanya di Kantor Kementerian Perekonomian, akhir pekan lalu.
Adapun harga yang diregulasi tersebut, kata Putu, akan dikhususkan pada bijih nikel, terutama yang berkadar rendah. Pasalnya, bijih nikel tersebut sulit terserap di dalam negeri akibat masalah harga. Maka dari itu, dari sisi industri, pihaknya akan menghitung harga keekonomian bijih nikel tersebut untuk smelter.
"Jadi, ada harga dasar mengikuti logamnya LME (London Metal Exchange). Kalau naik, dia (harga dalam negeri) ikut naik," jelasnya.
Menurutnya, pembahasan yang dilakukan tim kecil tersebut tidak mengarah pada dibukanya keran ekspor untuk bijih nikel kadar rendah. Alasannya, telah banyak industri smelter yang siap mengolah bijih nikel tersebut, bahkan hingga produk akhir berupa stainless steel.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono membenarkan, pihaknya tengah membahas mengenai regulasi untuk nikel kadar rendah tersebut. "Masih dibahas, belum ada putusan final," ucapnya, Minggu (12/12).
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI), Irwandy Arif menilai, saat ini, smelter nickel pig iron (NPI) di Indonesia kebanyakan hanya mau menyerap bijih nikel berkadar tinggi di kisaran 2%. Padahal, teknologinya mampu memurnikan bijih nikel berkadar rendah di bawah 1,8%.
Apabila smelter NPI tidak memakai bijih nikel berkadar rendah, lanjut Irwandy, maka cadangan bijih berkadar tinggi yang cocok untuk feronikel dan nickel matte akan terancam. Selain itu, bijih kadar rendah yang tertambang pun tidak bisa dimanfaatkan karena tertutupnya keran ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News