Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harga minyak dunia yang sempat berada di level US$ 29 per barel disinyalir sudah tidak lagi memenuhi nilai keekonomian suatu proyek minyak dan gas (migas di Indonesia). Efisiensi pun terus dilakukan oleh perusahaan migas.
Namun efisiensi yang dilakukan tidak lantas merumahkan karyawan. Seperti yang diutarakan Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), R. Gunung Sardjono Hadi yang bilang PHE belum akan mengambil langkah pengurangan pegawai. "Saat ini belum ada kebijakan untuk pengurangan pegawai,"ujar Gunung kepada KONTAN Minggu (17/1).
Setali tiga uang, PT Pertamina ( persero) yang merupakan induk usaha PHE juga lebih fokus melakukan efisiensi biaya ketimbang merumahkan karyawannya.
Vice President Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro bilang hingga saat ini Pertamina masih fokus untuk meneruskan efisiensi dari mulai sentralisasi pengadaan minyak mentah dan produk kilang hingga pembinaan tata kelola arus minyak.
"Hasil efisiensi mencapai US$ 525 juta per November 2015 atau lebih tinggi dari target US$ 500 juta hingga akhir 2015," kata Wianda.
Sementara itu PHE terus mengkaji dan mengevaluasi serta melakukan program efisiensi khususnya biaya-biaya yang tidak langsung ke produksi dan HSSE. "Upaya yg lain adalah renegosiasi dengan provider," kata Gunung.
Maklum saat ini sudah cukup banyak lapangan migas yang biaya produksinya sudah di atas harga keekonomian terutama untuk proyek offshore. Kepala Humas SKK Migas, Elan Bintoro bilang biaya produksi proyek migas offshore saat ini sudah di atas US$ 30 per barel seperti yang terjadi pada blok WMO, blok ONWJ, Blok Sinok, dan Blok Premier.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News