Reporter: Petrus Dabu | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kalangan pengusaha mulai gelisah dengan ketersediaan gas untuk industri di dalam negeri. Menyikapi hal itu, pengusaha mulai menyuarakan penghentian ekspor gas guna memenuhi permintaan gas di dalam negeri.
"Hentikan ekspor, kemudian gunakan untuk dalam negeri. Kalau lebih baru diekspor, bukan ekspor dulu baru sisanya untuk dalam negeri," pinta Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi dalam diskusi Penguatan Industri Gas untuk Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang digelar Central For Strategic and International Studies (CSIS), di Jakarta, Rabu (31/10).
Sofyan mengatakan, industri dalam negeri saat ini masih kekurangan gas. Ia beri contoh; di Jawa Timur saat ini kekurangan gas sebesar 180 mmscfd. Sementara itu, kebutuhan gas di Jawa Timiur naik terus seiring dengan pertumbuhan industri.
Terkait kontrak ekspor gas, Sofyan menyarankan pemerintah agar berani melakukan negosiasi."Kalau kita begini terus, industri kita tidak akan maju, malah makin hari makin tidak kompetitif dengan harga-harga barang impor," tegas Sofyan.
Ekspor gas, kata Sofyan sama saja dengan memberikan subsidi untuk industri di luar negeri. “Kami tidak memiliki kebijakan energi yang jelas,” tuding salah satu pendiri CSIS ini.
Pada kesempatan yang sama Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto mengatakan, kinerja industri nasional masih sulit mencapai kondisi yang optimal karena tidak terpenuhinya kebutuhan gas, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi.
Saat ini ketersediaan gas masih di bawah kebutuhan gas sektor industri, selain itu volume kontrak yang dilakukan banyak yang tak dapat dipenuhi. “Kadang-kadang jaminan suplai hanya satu atau dua tahun. Ini sesuatu yang tidak rasional, mengapa Korea yang tidak punya gas tetapi bisa memberi jaminan pasokan gas sampai 20 tahun,” ungkap Panggah.
Contoh, kata Panggah, PT Pupuk Kaltim membutuhkan gas 291 mmscfd, kontrak gas baru terpenuhi sebanyak 285 mmscfd. Demikian juga PT Pupuk Kujang, dari 108 mmscfd kebutuhan gas, kontrak gas yang dipenuhi baru 96 mmscfd.
Panggah juga meminta agar institusi yang bertanggung jawab untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur gas. Terlambatnya pembangunan infrastruktur, kata dia menghambat implementasi proyek pabrik Petrokimia Gresik dan Pupuk Kujang di Jawa Timir.
“Segala persiapan sudah kami lakukan untuk implementasi dua proyek tersebut, tetapi terhambat karena keterlambatan lapangan gas di Blok Cepu,” jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News