Reporter: Raka Mahesa W |
JAKARTA. Harga kopi robusta di sejumlah sentra kopi terus merangkak naik. Padahal, disaat yang sama, harga kopi di dunia justru menurun.
Salah satu daerah yang mengalami kenaikan harga adalah Kabupaten Kolaka, Sulawesi Selatan. Merujuk Data Kementerian Pertanian, pada minggu pertama September, harga kopi robusta di daerah ini Rp 11.000 per kilogram (kg). Sepekan kemudian naik menjadi Rp 12.000 per kg, dan naik lagi menjadi Rp 12.500 per kg di akhir September 2010. Kondisi serupa terjadi di sejumlah daerah lain.
Sebaliknya, kemarin harga kontrak kopi robusta untuk pengiriman November 2010 di Bursa Komoditas London hanya US$ 1.630 per ton. Harga ini turun 6,2% dibandingkan 23 September lalu sebesar US$ 1.737 per ton.
Andrea Thompson, Analis dan Peneliti CoffeNetwork di Belfeast, Irlandia Utara, seperti dikutip Bloomberg menegaskan, penurunan tersebut terjadi karena panen kopi robusta Vietnam tahun ini akan mencapai 20 juta kantong (1 kantong= 60 kilogram).
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Rachim Kartabrata menyatakan, kenaikan harga kopi robusta lokal terjadi karena petani dan pedagang pengumpul menahan barang mereka. Para pedagang mengetahui jika permintaan kopi dari luar negeri cukup tinggi sehingga eksportir tidak bisa memenuhinya.
Nah, dengan menahan stoknya, para petani dan pedagang berharap bisa meraup untung lebih besar. Caranya, mereka menjual kopi tersebut secara bertahap kepada eksportir dengan harga tinggi.
Sementara itu, penurunan harga kopi robusta di Bursa Komoditas Londong terjadi akibat aksi spekulasi para manajer investasi. Apalagi, tingkat spekulasi harga kopi robusta lumayan tinggi mengingat kebutuhannya di dunia yang relatif besar.
Menurut Rachim, manajer investasi sengaja mengeksekusi kontrak mereka sehingga muncul kesan seolah-olah pasokan kopi robusta akan berlimpah. Padahal, "Pasokan riil ke pasar sebenarnya belum masuk," terangnya kepada KONTAN, Kamis (7/10).
Rachim memprediksi, kendati telah memasuki musim panen, Vietnam sebagai pemain utama kopi robusta di dunia tidak akan gegabah menggelontorkan hasil panen mereka ke pasar. Sama seperti para petani dan pedagang pengumpul di Indonesia, pedagang di Vietnam juga cenderung menahan stok mereka untuk meraup untung besar.
Mewaspadai Brazil
Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung Suherman Harsono sependapat dengan Rachim. Kata dia, penurunan harga kopi di bursa London terjadi akibat spekulasi.
Tapi, ia mengingatkan yang perlu di waspadai bukanlah Vietnam, melainkan panen kopi di Brazil. Sebab, jika Negeri Samba ini berhasil mengatasi dampak kekeringan, maka harga kopi dunia pasti anjlok. Maklum, pasokan kopi ke pasar akan berlimpah. “Brazil itu termasuk penghasil robusta terbesar. Kalau panennya berhasil harga dunia juga terpengaruh,” ujarnya.
Dampak antisipasi Brazil sudah dirasakan para pedagang kopi di Lampung. Harga kopi di Lampung yang sebelumnya terus naik, tiba-tiba turun. Sepekan terakhir, harga kopi robusta di Lampung turun dari Rp 14.250 per kg jadi Rp 13.500 per kg.
Merujuk Bloomberg, sejauh ini Brazil memang berhasil melakukan panennya. Agustus 2010 lalu, negara ini mengirimkan 7,92 juta kantung kopi robusta. Jumlah ini lebih besar dibandingkan ekspornya per Agustus 2009 sebanyak 7,63 juta kantung. “Kita selalu bilang Brazil akan menghasilkan panen yang luar biasa dan itu terjadi,” kata Kona Haque, Analis Macquarie Group Ltd. di London.
Kendati Brazil mulai memanen kopi, toh Suherman tetap yakin harga kopi robusta tidak akan anjlok terlalu dalam. Sebab, pertumbuhan panen kopi di dunia belum sebanding dengan kenaikan konsumsi kopi. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News