kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Stok AC impor menipis, toko elektronik kelimpungan


Senin, 23 November 2020 / 20:33 WIB
Stok AC impor menipis, toko elektronik kelimpungan
ILUSTRASI. Impor pendingin udara (AC) dibatasi, stok AC impor di toko-toko elektronik menipis.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Stok pendingin udara atau air conditioner (AC) di sejumlah toko ritel elektronik di Tangerang Selatan dan Jakarta menipis belakangan ini. Bahkan ada juga toko yang mengalami kekosongan persediaan karena pasokan AC menyusut signifikan akibat dibatasinya importasi AC oleh pemerintah.

Meskipun pemilik toko mengakui kondisi penjualan saat ini masih normal karena bisa menjual stok yang tersisa, prospek bisnis AC di tahun depan dibayangi kabut hitam.

Di Tangerang Selatan, pemilik Toko Niaga Jaya Electronic, Andi mengatakan, saat ini ada kekurangan stok AC khususnya produk-produk impor merek Daikin dan Sharp. Adapun stok yang tersisa akan habis di bulan ini. Padahal di tengah pandemi, penjualan AC di tokonya bisa tumbuh hingga 20% dibandingkan kondisi normal.

"Biasanya stok barang di toko bisa sampai 1.000 unit, tapi sekarang hanya 200-300 unit AC aja. Untuk merek seperti Daikin saat ini hanya tinggal 2 unit, itupun pesanan orang," ujarnya saat ditemui Kontan.co.id, Senin (23/11).

Baca Juga: Proses persetujuan impor berlarut-larut, importir AC kekurangan stok

Secara hukum ekonomi, ketika persediaan barang menipis di tengah permintaannya yang meningkat, tentu akan menjungkit harga jualnya. Andi mengakui saat ini harga jual AC meningkat hingga 10% dibandingkan harga normal.

Tahun depan jika kondisi ini terus seperti sekarang, Andi mengakui tokonya akan merugi. "Kalau umpamanya impor seperti ini terus, kalang kabut kita. Semua toko ritel bisa kolaps," kata Andi.

Jika importasi AC masih seret hingga tahun depan, Andi mengungkapkan, penjualan toko bisa merosot hingga lebih dari 10% karena kontribusi penjualan AC berkisar 20%-30% ke pendapatan tokonya. Andi mengakui tokonya tidak bisa serta merta menjual produk lokal karena semua tergantung dengan konsumen. Sedangkan saat ini kebanyakan konsumen masih suka produk impor.

Senada dengan Andi, pemilk Toko Jaya Suara Mas Elektronik, Endang Djunaidi mengatakan sudah hampir dua bulan lebih stok AC Daikin dan Sharp kosong.

Endang mengakui saat ini harga AC impor sudah kacau di pasaran, bahkan ada toko yang "nakal" menaikan harga AC Daikin hingga Rp 1 juta. Peritel berani menaikkan harga jual karena ada saja konsumen yang fanatik dengan merek tertentu sehingga rela membeli dengan harga tinggi.

"Jika penjualan produk lokal dibanding dengan produk impor, konsumen masih lebih cenderung beli impor. Di daerah Tangerang Selatan, Polytron tidak begitu laku karena konsumen memilih harga menengah ke atas," jelasnya.

Jika produk AC impor kosong, Endang  akan mengarahkan konsumen membeli AC lokal dengan harga yang mendekati keinginan konsumen.

Baca Juga: Importir AC keluhkan pemrosesan permohonan persetujuan impor yang molor

Tak hanya di Tangerang Selatan, menipisnya stok AC juga dirasakan di Jakarta.  Ade, karyawan toko barang elektronik di kawasan perbelanjaan Pasar Senen mengakui pasokan AC menipis sejak seminggu terakhir. “Memang di Indonesia ini khususnya di Jakarta barang lagi kosong,” ungkapnya.

Ia mengaku tidak mengetahui persis apa penyebab pasti dari kelangkaan AC di pasaran, sebab kemungkinannya bisa banyak. Satu hal yang pasti, pasokan AC yang menipis berdampak pada beberapa hal, salah satunya harga.

Kenaikan harga AC yang timbul tidak bisa dipandang remeh. Hitungan Ade, kisaran kenaikannya mencapai sekitar 20%.

Di sisi lain, pasokan AC di pasaran yang menipis juga pada gillirannya mempengaruhi omset penjualan toko tempat Ade bekerja. Maklumlah, sebagian konsumen AC memang cenderung ‘fanatik’ dengan brand telah terlanjur dipercaya.

“Kalau enggak ada barangnya pasti (penjualan) terpengaruh, karena dari konsumennya kan awal mula datang dengan brand tertentu yang dicari, kalau pas dia datang pas kebetulan produknya kosong ya bisa tidak jadi beli,” terang Ade.

Cerita yang kurang lebih sama juga dituturkan oleh Dedi Winandar, seorang karyawan toko barang elektronik lainnya yang juga berlokasi di Pasar Senen. Menurut pengamatannya, harga AC di tingkat pertokoan ritel memang naik sekitar 15%-20% seiring stok yang menipis. Berbeda dengan pengalaman Ade, fenomena kenaikan harga AC ini sudah mulai ia rasakan sejak sekitar bulan September 2020 lalu.

Hal ini cukup merugikan, sebab harga pasaran yang naik di pasaran membuat para peritel toko-toko kecil kesulitan bersaing dengan produk-produk AC yang dijual secara online.

“Harga di online (e-commerce) kan di bawah harga standar, padahal penjual yang di online kan dia enggak ada beban macam-macam, sedangkan yang toko kan harus bayar biaya toko, gaji pegawai, dan lain-lain,” kata Dedi.

Sebagai informasi, saat ini sudah ada sejumlah pelaku industri elektronik yang memproduksi AC di dalam negeri, yaitu Panasonic, Polytron, LG,  Aux, dan Uchida. Menurut Andi, kualitas AC lokal dibandingkan AC impor sebenarnya tidak jauh berbeda.

"Memang kalau konsumen banyak yang mikir produk lokal jelek, padahal banyak juga yang bagus semisal Panasonic. Kami udah menganjurkan beli lokal tapi konsumen suka tidak mau, enggak mungkin juga saya paksa," kata Endang.

Selanjutnya: Di kuartal III 2020, penjualan AC kembali sejuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×