kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Sulitnya menembus pasar baru ekspor ikan


Jumat, 28 Januari 2011 / 21:51 WIB
Sulitnya menembus pasar baru ekspor ikan


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Edy Can

JAKARTA. Upaya memperluas pasar produk-produk perikanan ke negara-negara tujuan ekspor non tradisional, khususnya ke Timur Tengah menemui banyak hambatan. Selain minim promosi, ekspor ke pasar baru itu juga terkendala lemahnya jaringan pemasaran. Alhasil, ekspor perikanan ke tujuan ekspor non tradisional belum maksimal.

"Ekspor ke Timur Tengah dan negara alternatif tidak naik signifikan," kata Saut Hutagalung, Direktur Pemasaran Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kepada KONTAN di Jakarta, Jumat (28/1).

Tahun lalu, ekspor produk perikanan masih didominasi pasar tradisional, seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Menurut catatan KKP, hampir 70% dari volume ekspor 1.109.000 ton dengan nilai US$ 2,79 miliar di 2010 masuk pasar tradisional tersebut.

Menurut Saut, banyak eksportir masih kesulitan menembus pasar di negara non tradisional. Di antaranya, karena promosi ke negara-negara tujuan baru ekspor masih minim. Selain itu, jaringan pemasaran para eksportir juga masih terbatas.

Thomas Dharmawan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) mengatakan, untuk meningkatkan kinerja ekspor ke negara-negara tujuan ekspor non-tradisional itu, eksportir Indonesia bisa menggandeng eksportir perikanan dari Vietnam yang sudah lebih dulu masuk Timur Tengah.

Menggandeng eksportir dari Vietnam juga bisa menjadi salah satu jalan keluar bagi eskportir Indonesia yang dihadang tingginya bea masuk (BM) ke Timur Tengah.

Ya, Timur Tengah mengutip BM yang tinggi untuk produk perikanan dari Indonesia, yaitu 40%-45%. Ini jauh lebih tinggi dibanding BM untuk produk-produk dari India, Bangladesh dan Vietnam yang BM -nya sekitar 7%-10% lebih rendah daripada tarif yang dikenakan kepada Indonesia.
"BM itu membuat daya saing produk perikanan Indonesia turun," keluh Saut. Padahal, permintaan ikan dari Timur Tengah sebenarnya tinggi, tapi karena tingginya BM, ekspor kita sulit masuk.

Karena itu, KKP dan Kementerian Perdagangan Indonesia sudah mengusulkan agar negara-negara di Timur Tengah menurunkan BM atas ikan dari Indonesia, yakni menjadi di bawah 24%. Ini merupakan BM maksimal yang dikenakan Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×