kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Sumbang ekspor US$ 7 miliar, Kemenperin genjot industri smelter nikel


Jumat, 07 Agustus 2020 / 16:09 WIB
Sumbang ekspor US$ 7 miliar, Kemenperin genjot industri smelter nikel
ILUSTRASI. Melihat potensi dari peran industri smelter nikel di tanah air, Kemenperin memberikan apresiasi atas terbentuknya Forum Nikel Indonesia (FINI). Tampak salah satu pabrik smelter nikel di Indonesia.


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus mendorong peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri. Kebijakan hilirisasi ini diyakini dapat memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, di antaranya melalui capaian nilai ekspor.

"Maka itu, pentingnya peran industri smelter. Jadi, kita tidak lagi mengekspor ‘tanah dan air’ saja, tetapi sudah menjadi sebuah produk yang high-end," kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, Dody Widodo di Jakarta dikutip dari keterangan resmi yang diterima Kontan, Jumat (7/8).

Dirjen KPAII menjelaskan, dalam upaya memacu daya saing industri logam dasar, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengamanatkan tentang peningkatan nilai tambah melalui pengolahan sumber daya mineral.

Baca Juga: Kinerja Antam Anjlok Namun Saham ANTM Masih Direkomendasikan

Dengan begitu, produk yang diekspor memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor produk mineral hasil pertambangan, tuturnya. Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang diturunkan dalam pembentukan peraturan pelaksana berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Sumber Daya Alam.

Implementasi regulasi tersebut di antaranya mengatur mengenai pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Kemudian, menekankan pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam dalam rangka peningkatan nilai tambah industri guna pendalaman dan penguatan struktur Industri dalam negeri, serta jaminan ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri dalam negeri.

“Dewasa ini, industri smelter nikel yang menghasilkan NPI, feronikel, nikel hidrat dan stainless steel telah tumbuh pesat. Hingga saat ini, telah beroperasi sekitar 19 smelter yang tersebar di Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, ungkap Dody. Bahkan, sudah ada yang dalam proses pembangunan smelter nikel yang mengolah nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai yang berlokasi di Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Banten.

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2018 dan 2019, nilai ekspor produk industri logam berbasis nikel berturut-turut mencapai US$ 4,8 miliar dan US$ 7,08 miliar atau meningkat 47,5%, sebutnya.

Besarnya kontribusi industri smelter nikel tersebut, perlu didorong untuk pengembangan hilirisasi produknya. Dody berharap, smelter nikel tidak hanya melakukan ekspor dalam bentuk NPI maupun bahan baku baterai, tetapi dalam bentuk produk lebih hilir seperti produk hilir berbahan baku stainless steel dan baterai listrik.

Baca Juga: Rugi kurs membengkak, Central Omega Resources (DKFT) cetak rugi bersih Rp 50 miliar



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×