Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana melakukan pengembangan dan hilirisasi budidaya sorgum. Pilot project pengembangan sorgum akan dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kabupaten Waingapu.
Pengembangan sorgum berdasarkan kondisi beberapa negara yang melarang ekspor gandum seperti Kazakhstan, Kirgistan, India, Afghanistan, Algeria, Kosovo, Serbia dan Ukraina. Bahkan India, Afganistan, Algeria, Kosovo, Serbia dan Ukraina melarang ekspor gandum hingga akhir tahun ini.
Adanya larangan ekspor di negara produsen untuk komoditas ini, direspon pemerintah dengan melakukan pengembangan budidaya tanaman substitusi gandum. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia memiliki tanaman alternatif gandum yakni sorgum, singkong dan sagu.
Baca Juga: Ketika Jokowi Yakin Swasembada Segera Terwujud
"Nah Indonesia tentu punya beberapa alternatif selain sorgum itu bisa juga dari tanaman sagu dan singkong. Oleh karena itu arahan bapak presiden seluruhnya perlu dipersiapkan agar kita punya substitusi dan diversifikasi dari produk tersebut," kata Airlangga dalam konferensi pers, Kamis (4/8).
Untuk pengembangan sorgum, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk menyiapkan roadmap hilirisasi dan pengembangan sorgum hingga 2024.
Tahun 2023, pemerintah rencananya akan membuka 115.000 hektare lahan untuk budidaya sorgum. Dan tahun 2024 akan disiapkan lahan sebesar 154.000 hektare.
Adapun untuk penyiapan lahan akan dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Bapak presiden minta agar dibuatkan roadmap sampai tahun 2024. Dan kami laporkan bahwa target dari musim sasaran tanam di 2022 adalah 15.000 hektar, dan ini tentu ada pengembangan sebesar 100.000 hektar," kata Airlangga.
Dalam pengembangan varietas sorgum, nantinya bakal diberikan penugasan kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sedangkan dari sisi infrastruktur penunjang seperti penyediaan kebutuhan air akan diserahkan kepada Kementerian PUPR.
Realisasi pengembangan sorgum hingga bulan Juni baru dilakukan pada lahan seluas 4.355 hektare, dan tersebar di 6 provinsi dengan produksi 15.243 ton atau produktivitas 3,63 ton per hektar.
Selain sebagai alternatif pangan, pemerintah menyebut sorgum juga dapat digunakan sebagai komoditas pengganti lainnya. Oleh karenanya, Presiden meminta bahwa pilot project di NTB harus diintegrasikan dengan industri lainnya.
"Bapak Presiden juga minta kepada Kementerian Pertanian untuk menyiapkan alsintan dan menyiapkan ternak, sehingga ekosistem dari pada sorgum itu bisa terbentuk di Kabupaten Waingapu, Kementerian Perekonomian akan mempersiapkan roadmapnya, sekaligus juga perlu disiapkan oleh Kementerian BUMN dan ESDM agar kesiapan untuk pengembangan bioetanol," jelasnya.
Baca Juga: Ancaman Krisis Pangan, Pemerintah Optimalkan Budidaya Sorgum
Airlangga mengungkap saat ini sudah ada 8 industri kecil dan menengah yang selama ini menjadi tradisional market sorgum. Selain itu, saat ini pemerintah sedang mempertimbangkan offtaker lainnya yakni dari industri pakan ternak.
Selain itu, hilirisasi sorgum juga akan berintegrasi dengan produsen bioetanol. Pasalnya selain bisa digunakan pakan ternak, batang sorgum juga dapat diolah menjadi bioetanol. Untuk pengembangan sorgum menjadi bioetanol rencananya akan melibatkan Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN.
"Dimana industri pakan ternak sekarang bahan bakunya 50% jagung dan 50% protein lain. Dan tentu dari protein lain ini salah satunya sorgum bisa dijadikan untuk offtaker untuk pakan ternak," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News