Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menilai, tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi industri hasil tembakau (IHT). Paling tidak, terdapat dua beban berat yang mesti dipikul. Pertama, kebijakan tarif cukai yang eksesif sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35%. Kedua, krisis akibat pandemi Covid-19 yang membuat rontok perekonomian nasional.
Belum sampai pada tahap pemulihan, kini IHT dihadapkan pada rencana pemerintah yang hendak menaikkan kembali tarif cukai di tahun 2021.
Berdasarkan data dari Euromonitor, kemampuan daya beli masyarakat masih rendah, sementara harga rokok tergolong tinggi terhadap pendapatan masyarakat Indonesia, yaitu 2,9%. Pekerja di Indonesia harus bekerja lebih lama 60 menit dibandingkan dengan pekerja negara lainnya untuk memperoleh 1 bungkus rokok.
Azami Mohammad, Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi setiap tahunnya turut mengerek bandrol harga jual kepada konsumen.
“Kenaikan tarif cukai sangat memukul industri karena terjadi banyak penurunan, baik dari sisi bahan baku, produksi hingga omzet. Selain industri, masyarakat sebagai konsumen juga terbebani. Bayangkan di masa krisis seperti ini, ketika pendapatan masyarakat berkurang drastis malah dibebani dengan kenaikan harga,” ujar Azami dalam keterangan resmi, Selasa (27/10).
Baca Juga: APTI: CHT naik, serapan tembakau ke petani rendah
Azami menilai, pemerintah seharusnya meringankan beban masyarakat serta membantu industri untuk recovery agar cepat keluar dari lubang krisis sehingga roda perekonomian bisa kembali berputar. Justru dengan kebijakan tarif cukai yang eksesif malah membuat masalah baru bagi kondisi perekonomian nasional. Rokok sendiri termasuk ke dalam kategori produk konsumsi yang dapat menciptakan inflasi.
“Target penerimaan dari cukai rokok ini kan naik 4,7% di tahun depan, tarif cukai gak dinaikkan sebenarnya masih sangat mungkin tercapai. Nah kalau naik, kasihan masyarakat harus kembali menanggung beban. Belum lagi petani tembakau dan cengkeh yang menjerit akibat serapannya berkurang drastis di tahun ini,” tandas Azami.
Perlu diketahui, sumbangsih IHT dalam perekonomian cukai rokok mencapai 11% dari total penerimaan APBN. Selain itu IHT dari segi supply chain memiliki TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) yang tinggi. Bahan bakunya berasal dari dalam negeri, menyerap tenaga kerja lokal, bahkan konsumsi tertingginya juga di dalam negeri.
Sejatinya sektor IHT sudah sangat babak belur, sama seperti sektor industri lainnya. Terbukti pada bulan Mei 2020 tercatat produksi rokok menurun 12,3% secara tahunan atau yoy. Diikuti juga dengan bulan Juni 2020 yang menurun hingga 8,1% dan diprediksi akan terus menurun hingga akhir tahun.
Penurunan produksi terjadi dikarenakan terjadinya penurunan volume penjualan yang disebabkan harga rokok yang semakin tidak terjangkau oleh konsumen ditambah daya beli masyarakat yang sedang anjlok.
Selanjutnya: Tarif cukai rokok dan pandemi bikin industri hasil tembakau babak belur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News