Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Edy Can
JAKARTA. PT Indopoly Swakarsa Industry Tbk (IPOL) menargetkan penjualan US$ 280 juta pada tahun ini setelah menambah kapasitas produksi pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat. Angka penjualan itu mengalami kenaikan sebesar 33,3% dari tahun sebelumnya.
Presiden Direktur Indopoly Henry Halim optimis mencapai target itu setelah menambah kapasitas produksi Biaxially Oriented Polyester (BOPET) sebesar 20.000 ton. Dengan penambahan ini maka total kapasitas produksinya mencapai 100.000 ton per tahun.
Selain itu, IPOL juga membangun metalizing line baru dengan kapasitas 14.000 ton per tahun. "Dana investasi yang dihabiskan sebesar US$ 50 juta," kata Henry dalam acara peresmian production line BOPET dan dua metalizing line terbaru, Senin (27/6).
Henry mengatakan kapasitas itu akan memperkuat posisi Indopoly di industri flexible packaging film. Selain bisa meningkatkan jumlah produksinya, ekspansi itu juga mampu memperluas diversifikasi produk-produknya di segmen high-end.
Selama ini, sebesar 40% dari produksi plastik packaging Indopoly diekspor ke negara lain. Salah satunya, Indopoly mensuplai plastik packaging untuk produsen rokok kelas dunia Philip Morris. Indopoly memenuhi 25% kebutuhan pengemasan bagi 13 pabrik Philip Morris di sembilan negara.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan industri plastik hilir termasuk industri packaging merupakan industri yang prospektif baik di dalam maupun luar negeri. Menurutnya, konsumsi produk plastik di Indonesia sendiri sudah cukup besar mencapai 10 kg perkapita per tahun.
Sementara di Malaysia mencapai 56 kg, Singapura 93 kg dan Thailand 45 kg. "Tapi seiring pertumbuhan ekonomi nasional, kebutuhan produk plastik juga akan meningkat," kata Hidayat.
Hidayat mengatakan saat ini industri kemasan plastik di Indonesia berjumlah 892 perusahaan. Mereka menghasilkan rigid packaging, flexible packaging, thermoforing dan extrusion. Kapasitas secara nasionalnya mencapai 2,35 juta ton per tahun dengan utilisasi 70%.
Produk hilir plastik sendiri dipergunakan oleh industri yang memproduksi barang-barang konsumen seperti industri makanan dan minuman, kosmetik, elektronik, farmasi, otomotif dan lain-lain.
Menurut Hidayat, industri plastik nasional menghadapi tantangan karena keterbatasan kapasitas produksi bahan baku seperti popipropilen. Pada tahun 2010, dari kebutuhan sebesar 976.000 ton, industri plastik nasional harus mengimpor sebanyak 485.000 ton. "Kapasitas oil refinery yang menghasilkan bahan baku naphta dan kondesat masih kurang," terang Hidayat.
Untuk itu, Hidayat mengatakan pemerintah akan melakukan pengembangan produk plastik berbahan baku sumber terbarukan (biopolimer) dan aman bagi kesehatan manusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News