kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tantangan bisnis properti diproyeksi masih berat tahun depan


Senin, 17 Desember 2018 / 20:29 WIB
Tantangan bisnis properti diproyeksi masih berat tahun depan
ILUSTRASI. Ilustrasi Kredit Pemilikan Rumah - pembangunan perumahan


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar properti sepanjang 2018 masih mengalami kelesuan. Tahun depan, tantangan industri ini diperkirakan masih akan berat meskipun sudah banyak insentif yang sudah dikeluarkan pemerintah untuk menggairahkan pasar.

Tantangan yang harus diwaspadai oleh pengembang tahun depan adalah yang dari luar. Pasalnya, ketidakpastian masih akan mewarnai ekonomi dunia dan suku bunga The Fed diperkirakan masih akan mengalami kenaikan.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia menyebutkan, menjelang tahun 2019 sudah banyak peringatan akan outlook yang kurang baik tahun depan yang perlu diperhatikan.

"Pemimpin negara G20 di pertemuan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang digelar di Argentina sudah merevisi outlook ekonomi tahun depan. Begitu juga dengan IMF telah merevisi turun target pertumbuhan ekonomi global dari 3,9% menjadi 3,5%, " jelas Sri Mulyani dalam Agenda Properti Outlook 2019 di Jakarta, Senin (17/12).

Sri Mulyani mengatakan warning outlook tersebut dikeluarkan karena ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China masih belum mereda sehingga diperkirakan bisa berdampak pada resesi ekonomi dunia. Kemudian, The Fed juga kemungkinan besar masih akan menaikkan suku bunganya. Inilah yang akan membuat dollar AS akan semakin bertaring.

Untuk menghadapi kondisi tersebut, regulator di Indonesia tentu harus mengambil langkah kebijakan. Jika dollar semakin menguat maka nilai tukar rupiah akan tertekan. Jika itu terjadi maka potensi kenaikan suku bunga acuan di dalam negeri juga akan tinggi dan inilah yang akan mempengaruhi industri properti. Suku bunga kredit tentu akan semakin meninggi.

Sementara di dalam negeri sendiri, faktor fiskal seperti perpanjakan juga bisa mempengaruhi pertumbuhan bisnis properti. Melihat bahwa sektor properti mempunya peran yang sangat besar dalam mendorong ekonomi, Kementerian Keuangan akan mencoba merelaksasi aturan perpanjakan guna mendorong sektor ini.

"Kami mengingkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan. Untuk mencapai itu, maka industri konstruksi dan properti harus juga menjadi perhatian utama mengingat keduanya memiliki banyak multiplier effect. Kami sudah bertemu dengan Kadin dari sektor properti membahas mengenai kebijakan perpajakan. Kita akan evaluasi di sektor PPnBM." kata Sri Mulyani.

Dengan tantangan-tangan tersebut, David Sumual, Ekonom Bank BCA memperkirakan pasar properti investor masih akan stagnan tahun. "Untuk investasi kemungkinan akan terjadi moderasi karena sebagaian besar masih terjadi over supplay." katanya.

Namun, untuk pasar end user menurut David masih sangat besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), backlog perumahaan atau kebutuhan akan hunian di Indonesia tahun 2018 mencapai 7,6 juta. Sebagian besar dari pasar end user itu merupakan kalangan millenial.




TERBARU

[X]
×