Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
Segmen tersebut menurut David belum tergarap dengan optimal sehingga pengembang harus gencar melakukan penetrasi ke segmen tersebut guna mengimbangi stagnasi di pasar investor dengan cara membuat program-program yang inovatif
Meski kondisi pasarnya begitu, David memandang kondisi properti di Indonesia saat ini masih dalam kategori siklus yang sehat. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan regulator dalam menjaga industri properti menurut sudah sangat tepat untuk mencegah terjadinya bubble properti seperti di negara-negara lain termasuk Jepang. Sebagian besar dari 16 paket kebijakan yang sduah dirilis pemerintah terkait dengan indutri properti.
"Dulu BI pernah mengetatkan aturan LTV dalam mencegah bubble ketika harga properti booming dan sekarang aturan dilonggarkan kembali. Saya pikir sekarang siklusnya sehat dan dalam waktu dua tiga tahun mendatang saya kita akan kembali booming," kata David.
Dia melihat kendala saat ini hanya dari sisi perpajakan dan perizinan saja terutama yang menyangkut otoritas pemerintah daerah. David menilai diperlukan deregulasi terkait dua hal tersebut agar bisa memaksimalkan pertumbuhan bisnis properti. Perkiraan David, pertumbuhan kredit properti tahun depan sekitar 13%-14%.
Head of Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto melihat butuh waktu setahun lagi agar pasar properti pulih. Sebab suku bunga bergerak naik dan supplai properti masih besar sementara pasarnya masih lesu.
"Dengan bunga makin tinggi pengembang itu tetap sulit dan kedua sisa yang belum habis akan bersaing dengan suplai di 2019 sementara pasar lagi lambat. Oleh karena itu tidak disebut setelah Pilpres langsung naik." jelasnya.
Menurut Ferry masalah yang terjadi saat ini di properti bukan kemampuan beli yang tidak ada. Dia melihat uang oarang-orang kaya masih banyak hanya saja saat ini masih terpakir di instrumen investasi lain yang dinilai masih memberikan yield lebih tinggi. Hanya saja, dia tidak mempuanyai data dimana dana-dana investor saat ini ditempatkan.
Sementara Sinarmas Land masih optimis menghadapi tahun 2019 walaupun tantangan bisnis masih berat. Managing Director Sinarmas Land, Dhony Rahajoe mengatakan, pihaknya sebetulnya tidak terlalu mengkhawartirkan kondisi dari dalam negeri melainkan faktor dari eksternal yang tidak bisa ditebak.
"Menghadapi berbagai tantangan tersebut, kami akan terus mencoba cermat dalam menggarap segmen yang ceruk pasarnya masih terbuka lebar. Fokus utama perusahaan masih di segmen residensial," kata Dhony.
Dhony mengaku, biasanya saat masa-masa Pemilihan Presiden (Pilpres) penjualan properti mereka akan sedikit kontraksi namun pasar di semester II diperkirakan akan mengalami pertumbuhan. Sinarmas Land menargetkan penjualan properti kurang lebih sama dengan tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News