kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Target investasi energi terbarukan tahun ini sulit tercapai


Rabu, 21 November 2018 / 19:48 WIB
Target investasi energi terbarukan tahun ini sulit tercapai
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Surya


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih sulit mengejar target investasi terutama di sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE). Direktur Jenderal EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyebut, hingga akhir tahun agak sulit bagi pemerintah mengejar target investasi di sektor energi dan mineral batubara, termasuk juga sektor EBTKE.

Realisasi investasi di sektor EBTKE hingga triwulan III 2018 masih di bawah target. Kementerian ESDM mencatat realisasi investasi yang terealisasi hingga akhir September 2018 baru sebesar US$ 1,16 miliar atau 57,7% dari target tahun 2018 sebanyak US$ 2,01 miliar.

Penyebabnya bukan karena tidak adanya minat investor untuk masuk ke sektor EBTKE. Rida malah menyebut cukup banyak investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.

"Investor itu pergi apa menunggu? Mereka menunggu, mukanya masih menghadap ke Indonesia. Negaranya tidak sebesar kita pertumbuhannya, stabilitas bagusan kita, dan kita pasarnya banyak, negaranya besar, 250 juta penduduk, siapa tidak mau?" imbuh Rida, Rabu (21/11).

Namun minat para investor tersebut sering kali terkendala iklim investasi yang dirasa masih kurang bagi para investor. Rida mengaku, memang ada kasus per kasus dimana para investor sering kali terkendala masalah regulasi dan aturan power purcahse agreement (PPA).

Hal tersebut diamini Matthias Eichelbronner, representatif dari BSW dan E.Quadrat GmbH & Co. Ia menyebut, iklim investasi dan transparansi masih menjadi halangan investasi EBT di Indonesia. "Iklim investasi Indonesia jadi pertanyaan bagi private sector. Banyak yang bersedia berinvestasi tapi mengeluhkan regulasi dan kontrak pembelian listrik yang sangat sulit. Probabilitas investasi perlu ditingkatkan," ungkap Matthias.

Chairman Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA) Yohanes Bambang Sumaryo mengatakan, sektor EBT masih dianaktirikan ketimbang dengan sektor energi berbasis fosil. Dalam EBT, para investor harus menjual listrik maksimal 85% dari biaya pokok produksi (BPP), sementara di sektor energi fosil tidak ada aturan tersebut.

Bambang pun berharap ada kesetaraan aturan antara EBT dan energi fosil. "Yang kami inginkan beri ruang juga setara untuk EBT agar bisa diterima kelistrikan kami," imbuh Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×