Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pengusaha logistik yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) keberatan dengan rencana kenaikan tarif bongkar muat sebesar 20% di dermaga konvensional Pelabuhan Tanjung Priok.
Wakil Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Mahendra Rianto meminta pemerintah dan perusahaan bongkar muat (PBM) mempertimbangkan kembali persentase kenaikan tarif ini. "Kami nilai, tingkat kenaikan tidak harus sebesar itu," katanya, Senin (27/2).
Sebetulnya, ALFI tidak keberatan dengan kenaikan tarif bongkar muat yang disodorkan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (APBMI) DKI Jakarta. Pasalnya, sejak 2008 hingga kini, tarif bongkar muat memang belum pernah naik. Namun kenaikan upah mininum provinsi DKI Jakarta awal tahun ini menjadi pemicu kenaikan biaya lain. "Angka kenaikan terlalu memberatkan kami," tegas Mahendra yang juga menjabat Manajer Pengembangan Bisnis PT Cardig Logistic Indonesia.
Logistik lebih mahal
Pengusaha logistik juga menyoroti masih banyaknya pungutan liar serta biaya siluman lain yang masih harus ditanggung. Untuk itulah, pengusaha logistik bakal membahas kembali soal tarif bongkar muat ini. "Kami akan mengadakan pertemuan dengan segala pihak yang terlibat untuk membicarakan lebih lanjut," tegas Mahendra yang menjanjikan bakal membahas masalah ini, minggu ini juga.
Intinya, pengusaha logistik ingin ada kompensasi terkait rencana kenaikan tarif ini. Naga-naganya, pengusaha logistik dengan berat hati bakal menaikkan ongkos logistik ini jika perusahaan bongkar muat tetap bertahan dengan usulan semula.
Namun, Mahendra belum mau mengungkapkan berapa besar kenaikan tarif logistik ini. Yang pasti, menurut Mahendra, yang paling terkena imbas kenaikan tarif bongkar muat ini adalah konsumen, yaitu para importir.
Maklum, Tanjung Priok masih menjadi baromater utama aktivitas perdagangan nasional. Setiap ada kenaikan tarif, sudah pasti pengaruhnya langsung mengena pada kegiatan logistik di pelabuhan tersibuk ini.
Mahendra berharap, pemerintah bisa memberi penyelesaian masalah ini. Salah satunya adalah segera menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) soal Sistem Logistik Nasional yang hingga saat ini belum juga diteken Presiden. Ia yakin dengan beleid ini, bakal ada persamaan persepsi soal bisnis logistik.
Sofyan Pane, Ketua ALFI DKI Jakarta juga keberatan dengan peningkatan tarif tersebut. Menurutnya, dengan meningkatnya tarif bongkar muat, biaya logistik di Indonesia bakal makin meroket. "Biaya tinggi, namun pelayanan di pelabuhan masih rendah," pungkasnya.
Saat ini saja, waktu bongkar muat di Indonesia, termasuk di Tanjung Priok untuk barang-barang impor, bisa memakan waktu lima hari. Padahal, waktu yang ideal adalah kurang dari lima hari.
Itu baru satu persoalan. Belum lagi biaya pengiriman kontainer ke daerah-daerah di wilayah Indonesia ternyata jauh lebih mahal ketimbang mengirim kontainer ke luar negeri. "Indonesia negara kepulauan. Tapi sebagian besar prasarana berada di darat dan belum secara optimal mendukung transportasi terpadu antar pulau atau logistik pantai," tambahnya.
Persoalan ini mencuat setelah APBMI mengusulkan kenaikan tarif jasa bongkar muat atau ongkos pelabuhan pemuatan-ongkos pelabuhan tujuan mulai 1 Maret 2012 nanti akibat biaya yang terus membengkak. Untuk pelayanan kargo jenis kontainer diusulkan naik rata-rata 15%-20%. Sedangkan jenis barang umum naik 25%-30%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News