Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekerja industri sigaret kretek tangan (SKT) meminta kepada pemerintah agar melindungi segmen padat karya yang menjadi sumber mata pencaharian mereka. Hal ini berkaitan dengan kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan saat cukai rokok linting naik pada 2022.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan, puluhan ribu pekerja SKT sudah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) selama 10 tahun terakhir. Di luar serikat pekerja, dia memprediksi masih banyak lagi jumlah pekerja yang terdampak.
“Sekarang ini, jumlah anggota RTMM-SPSI mencapai sekitar 243.000 orang. Lebih dari 153.000 orang bekerja di industri rokok dimana 60% adalah pekerja di SKT,” kata Sudarto dalam keterangan resminya, Jumat (3/12).
Kenaikan cukai SKT, kata Sudarto, merupakan salah satu pemicu PHK di industri SKT. Itulah sebabnya dia berharap agar tahun depan pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kondisi tersebut, khususnya karena pekerja SKT kebanyakan adalah perempuan dengan pendidikan yang terbatas.
Baca Juga: Perlindungan pekerja perempuan di industri SKT dinilai perlu dilakukan
Di sisi lain, Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menyampaikan keputusan kebijakan kenaikan cukai tembakau jangan sampai membuat sektor padat karya terkena dampak yang bertubi-tubi setelah terpuruk dari dampak pandemi Covid-19.
“Jangan sampai ada dampak yang terlalu besar, yakni PHK akibat kebijakan tersebut. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan itu,” terang Payaman.
Kebijakan yang tepat berupa tidak menaikkan tarif cukai SKT pada 2022 dapat membuat padat karya ini bertahan di tengah masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
Dia khawatir, jika cukai SKT dinaikkan akan memicu pengangguran-pengganguran di daerah. “Sektor padat karya seperti di IHT dan sigaret keretek tangan itu cukup menyumbang tenaga kerja yang banyak. Jika kenaikan cukai itu tinggi akan berdampak terhadap industri yang secara efeknya bisa mengurangi tenaga kerja,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News