kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tarif Naik, Konsumen Beralih ke Kendaraan Pribadi, Supir Ojol Kehilangan Pekerjaan


Rabu, 14 September 2022 / 08:52 WIB
Tarif Naik, Konsumen Beralih ke Kendaraan Pribadi, Supir Ojol Kehilangan Pekerjaan
Pengemudi ojek online membawa penumpang saat melintas di kawasan MH. Thamrin, Jakarta, Kamis (25/8/2022). Tarif Naik, Konsumen Beralih ke Kendaraan Pribadi, Supir Ojol Kehilangan Pekerjaan.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Transportasi daring, khususnya sepeda motor, atau yang populer dengan sebutan “ojek online” alias “ojol” telah menjadi pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan transportasi. 

Solusi kepraktisan dan hitung-hitungan ongkos membuat ojol dipilih sebagai moda transportasi yang paling sering dipilih setelah kendaraan pribadi. 

Hal ini terungkap dalam hasil survei Polling Institute yang menemukan bahwa 28,4% penumpang memilih menggunakan ojol untuk kebutuhan sehari-hari. Ojol ini ada diperingkat kedua setelah kendaraan pribadi yang angkanya 41,4%. 

Dalam paparan hasil survei “Kenaikan Tarif Ojek Online di Mata Pengguna dan Pengemudi” pada Minggu (11/09/2022), Direktur Eksekutif Polling Institute Kennedy Muslim mengatakan bahwa sebagian besar konsumen akan berpindah ke kendaraan pribadi dalam merespons kenaikan tarif ojol yang mencapai rata-rata 45%. 

Baca Juga: Penyesuaian Tarif Ojol Sejalan dengan Usaha Pengendalian Inflasi

“Ini bisa mengindikasikan ketergantungan masyarakat urban terhadap ojek online. 61,2% responden tidak setuju dengan kenaikan tarif ojol. Sebagai responsnya, ada 26,6% yang akan menggunakan sepeda motor sendiri,” papar Kennedy dalam keterangannya, Selasa (13/9). 

Menurut pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriyatna, respons tersebut merupakan pilihan rasional karena perhitungan ekonomi. 

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bensin lebih murah dibanding membayar tarif ojol untuk kebutuhan dalam satu hari. Ia menilai pilihan masyarakat untuk menggunakan sepeda motor juga tidak bisa disalahkan. 

"Mereka yang penghasilannya terbatas, kurang dari Rp 4 juta, itulah yang paling rentan dengan kenaikan tarif transportasi. Jadi, konsumen pindah ke sepeda motor tidak boleh disalahkan. Dengan minimnya pendapatan dan semakin mahalnya biaya hidup, maka agak sulit menyalahkan masyarakat ketika memilih harus menggunakan sepeda motor," kata Yayat. 

Baca Juga: Kebijakan Penyesuaian Tarif Ojol Diprotes Asosiasi Pengemudi

Survei yang dilaksanakan pada 16-24 Agustus ini dilakukan di 31 kabupaten/kota dan melibatkan 1.220 responden yang diambil menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error 3% dan tingkat kepercayaan 95%. 

Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan telah menaikkan tarif ojek online pada 4 Agustus lalu dengan rentang kenaikan 32%-50%. 

Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi dan menerapkan peraturan tersebut pada 10 September dengan besaran yang direvisi mengikuti naiknya harga BBM bersubsidi. 

Dampak pada Pengangguran

Peneliti INDEF Nailul Huda menjelaskan dampak inflasi dari kenaikan tarif ojol yang dapat berdampak pada banyak hal, termasuk potensi menurunnya tenaga kerja dan meningkatnya angka orang miskin. 

Baca Juga: Driver Ojol Masih Menolak Skema Zonasi dan Besaran Persentase Sewa Aplikasi

“Jika kenaikan tarif ojol menyebabkan kenaikan inflasi 0,5%, makan akan berdampak pada penurunan produk domestik bruto sebesar Rp 436 miliar sehingga menyebabkan upah riil nasional menurun 0,0006% dan kenaikan jumlah penduduk miskin 0,04%,” papar Nailul. 

Kenaikan tarif tersebut juga akan memukul para pekerja ojol karena dalam survei ditemukan simulasi bahwa jika tarif naik Rp 2.000 per perjalanan maka sekitar 25% konsumen ojol akan beralih ke moda transportasi lain, dan jika kenaikannya mencapai Rp 4.000 maka 72% konsumen tidak akan menggunakan ojol lagi.

“Artinya, menurunnya permintaan ini akan membuat para pegemudi ojol kehilangan pekerjaan di tengah situasi ekonomi yang sulit,” papar Kennedy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×