Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemberlakuan tariff adjustment oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejak 1 Desember 2015 ternyata masih menimbulkan kontroversi. Penyesuaian tarif yang diberlakukan setiap bulan ini dinilai hanya mengikuti tarif pasar karena didasari oleh tiga indikator yaitu harga minyak dunia, kurs dolar terhadap rupiah, dan inflasi.
Peraturan tariff adjustment ini sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 31/2014 sebagaimana telah diubah dengan Permen ESDM No 09/2015. Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, permen tersebut secara substantive bertentangan dengan konstitusi karena listrik itu essential services yang harusnya dikelola negara termasuk pentarifan.
“Makanya kita minta dibatalkan (Permen) atau kita uji materi lagi,” ujar Tulus seusai mengisi acara Diskusi Energi Kita di Hall Dewan Pers pada Minggu (6/12).
Tarif otomatis ini kata Tulus bisa menjadi batu loncatan untuk memprivatisasi PLN secara keseluruhan.
Dulu perusahaan asing atau swasta belum mau masuk PLN ketika tarifnya masih regulative atau diatur oleh pemerintah. Namun ketika sekarang mulai diberlakukan penyesuaian tariff mengikuti hukum pasar, mereka akan dengan senang hati masuk karena sudah menguntungkan bagi mereka.
“Ya ini yang berbahaya. Dengan tariff otomatis ini secara sistematis nanti perlahan-lahan akan menjadi tariff pasar dengan tiga indikator tadi,” kata Tulus
Tulus menambahkan pemerintah harusnya memberlakukan tariff progressive seperti di Afrika Selatan. Artinya per berapa kwh ditetapkan dengan tariff yang berbeda-beda. Dengan adanya tariff progresif tersebut maka masyarakat akan otomatis melakukan penghematan.
“Misal di Afrika Selatan, pemerintah di sana menggratiskan tarif listrik untuk masyarakat miskin kalau pemakaiannya tidak lebih dari 30 kilo watt per hour (kWh). Kalau lebih dari 30 kWh ya mereka akan dikenakan tarif progressive,” tambah Tulus.
Asal tahu, pemakaian listrik di Indonesia minimal 45 kWh per bulan untuk golongan rumah tangga kecil atau 450 volt ampere (VA).
“Dengan adanya tarif otomatis itu ke depannya sangat merugikan negara dan masyarakat. Peraturan ini melanggar konstitusi karena peran negara hilang. Apalagi golongan 900 VA yang juga akan diberlakukan tariff otomatis karena subsidi,” kata Tulus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News