kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Tarik ulur beleid limbah memukul industri


Kamis, 14 Maret 2013 / 10:36 WIB
Tarik ulur beleid limbah memukul industri
ILUSTRASI. Para tokoh wanita Afghanistan berbicara kepada wartawan di luar Dewan Keamanan PBB, di New York, AS 21 Oktober 2021.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. Pelaksanaan peraturan limbah yang menimbulkan ketidaksepahaman soal definisi limbah membuat laju bisnis dari pelaku industri menjadi terganggu.

Saat ini, Kementerian Lingkunga Hidup sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menjadi produk turunan dari Undang-Undang No. 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Nah, dalam penyusunan beleid ini, ada poin yang bisa mengancam industri.

Misalnya, soal definisi limbah yang diklaim tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Menurut pemerintah, limbah sebagai zat atau bahan yang dibuang atau diperuntukan untuk dibuang.

Kenyataannya, ada produk turunan industri dan bahan baku impor berstatus limbah ternyata bisa dipakai industri. Misalnya, skrap (besi bekas) dan limbah kertas (waste paper). "Produk ini bisa dimanfaatkan industri,"  terang Tony Wenas, Juru Bicara Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Industri Bidang Lingkungan Hidup dan Sustainability, Rabu (13/2).

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian juga sedang menyusun RPP Bahan Kimia. Bila dari sisi definisi limbah saja sudah tidak kata sepaham, Tony khawatir akan terjadi dua peraturan yang saling tumpang tindih.

Klaim limbah B3 (bahan berbahaya beracun) marak tahun lalu dan menimbulkan dampak negatif bagi industri. Misalnya, produsen baja domestik terpukul lantaran produksi baja turun akibat kelangkaan bahan baku skrap.

Ketua Indonesian Iron and Steel Industry Association, Fazwar Bujang bilang, akibat pasokan skrap impor yang terhambat sejak tahun lalu, produksi baja di dalam negeri merosot 12% dari rata-rata produksi baja tiap tahun yang sebesar enam juta ton.

Menurut Fazwar, pengenaan status B3 terhadap skrap impor oleh pemerintah terkesan dipaksakan. Pasalnya, berdasarkan konsesi Basel, skrap tidak termasuk ke limbah B3.

Pemeriksaan limbah B3 di pelabuhan ikut membuat industri kertas domestik menelan kerugian. Imbasnya, menurut Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Herman Gunawan, proses produksi kertas kemasan jadi terlambat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×