kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tata niaga nikel kacau balau, hilirisasi industri nikel malah untungkan negara lain


Selasa, 12 Oktober 2021 / 19:33 WIB
Tata niaga nikel kacau balau, hilirisasi industri nikel malah untungkan negara lain


Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

Meidy menyebutkan, sampai saat ini para pelaku usaha penambang pun masih sulit mendapatkan kontrak langsung ke industri hilir. Pasalnya banyak industri hilir menggunakan jasa traders yang dianggap juga masih berafiliasi.

"Dalam pelaksanaannya, model perdagangan yang diwajibkan kepada kami yaitu kami menerima 99% kontrak harus dilalui traders," ujar Meidy.

Adapun, mayoritas harga yang dikenakan yakni HPM free on board (FOB) dimana subsidi untuk biaya transportasi yang diberikan maksimal US$ 3 per ton. Ini membuat penambang harus menanggung biaya transportasi yang lebih besar apabila pengiriman dari lokasi yang jauh.

Meidy memberikan gambaran, dengan HPM US$ 40 per ton jika ditambah biaya subsidi transportasi maka sekitar US$ 43 per ton harga yang digunakan dalam transaksi.

Jika biaya transportasi melebihi US$ 3 per ton maka ada tanggungan tambahan bagi penambang. Adapun, biaya transportasi disebut bisa mencapai US$ 8 per ton atau hingga US$ 12 per ton.

Disisi lain, selisih hitung kadar yang terjadi selama ini pun membuat para penambang harus membayar penalti. 

Meidy menerangkan, saat ini ada 11 perusahan jasa analisa yang diberikan izin oleh Kementeri Perdagangan. Tercatat ada sekitar 5.542 kontrak perdaganagan bijih nikel.

Dari sisi hulu, Meidy menilai penggunaan jasa surveyor cukup merata. Kendati demikian, dari sisi hilir tercatat ada dua surveyor yang mendominasi yakni sekitar 3.740 kontrak dengan Anindya W.K. dan 1.790 kontrak dengan Carsurin.

"Kita berhitung secara logika itu sangat tidak mungkin apakah satu perusahaan ini bisa menampung seluruhnya," kata Meidy.

Untuk itu, Meidy mengharapkan ada investigasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk melihat apakah kesalahan hitung kadar terjadi di sisi hulu atau sisi hilir.

APNI juga mengharapkan pelaku usaha baik hulu dan hilir menggunakan jasa surveyor yang ada secara merata untuk menghindari praktik monopoli surveyor.

Selanjutnya: Faisal Basri: Sempat ada ekspor bijih nikel ke China walau sudah ada larangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×