kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Terganjal pajak, Berau optimistis bisa ekspor


Kamis, 18 September 2014 / 10:50 WIB
Terganjal pajak, Berau optimistis bisa ekspor
ILUSTRASI. MMS Group Akuisisi Hotel Sae Gianyar


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. PT Berau Coal, perusahaan pemegang konsesi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) tengah tersangkut persoalan tunggakan pajak senilai Rp 72 miliar. Anak usaha PT Berau Coal Energy Tbk ini tengah mempersiapkan pengajuan keberatan atas terbitnya surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dan surat tagihan pajak (STP) ke Direktorat Jenderal Pajak.

Singgih Widagdo, Sekretaris Perusahaan Berau Coal Energy mengatakan, meskipun hingga sekarang perusahaannya masih terkendala persoalan pajak, pihaknya optimistis tidak akan menghambat kegiatan operasi produksi. 

Bahkan, Berau Coal sudah mengantongi izin eksportir terdaftar (ET) Batubara dari Kementerian Perdagangan (Kemdag). Persoalan pajak ini tidak menghambat kegiatan ekspor, yang kebijakan barunya diberlakukan mulai 1 Oktober 2014. "Kami optimistis produksi hingga akhir tahun ini akan tetap mencapai 24,2 juta ton," kata dia kepada KONTAN, Rabu (17/9). 

Jumlah tersebut naik dibandingkan dengan produksi Berau pada 2013 sebesar 23,2 juta ton. Nah, dari rencana produksi 24,2 juta ton, sekitar 75% akan diekspor ke China dan India. Sisanya untuk kebutuhan dalam negeri.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mengancam tidak akan memberikan rekomendasi Eksportir  Terdaftar (ET) Batubara kepada PKP2B yang punya tunggakan ke pemerintah. Ini jelas bisa menghambat kegiatan ekspor batubara perusahaan.

Namun, Singgih belum mau menjelaskan secara rinci terkait persoalan pajak yang menjerat Berau Coal dan upaya perusahaan dalam penyelesaiannya. "Ini menyangkut keuangan, saya masih belum jelas dan harus tanyakan ke bagian keuangan," kilahnya.

Amir Sambodo, Direktur Utama Berau Coal Energy dalam keterbukaan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut pihaknya telah membayarkan tagihan pajak senilai Rp 72 miliar ke kantor pajak setempat untuk menghindari adanya tambahan sanksi bunga. "Penerbitan SKPKB dan STP akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan, walaupun belum sampai tahapan gangguan likuiditas perusahaan," katanya. 

Adapun rincian SKPKB pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 yang ditagihkan kepada Berau yaitu senilai Rp 43,97 miliar untuk masa pajak Juli 2012, dan Rp 27,65 untuk Masa September 2012, serta Rp 594,2 juta merupakan bunga keterlambatan selama satu bulan berjalan.

Menurut Amir, adanya surat tagihan pajak tersebut lantaran adanya perbedaan penafsiran penerapan tarif antara perusahaan dengan kantor pajak. "PKP2B menggunakan prinsip naildown, sedangkan kantor pajak didasarkan pada peraturan perpajakan yang berlaku," ucapnya.

Hingga kini, Berau bersama sejumlah perusahaan PKP2B generasi pertama lainnya masih mendiskusikan penyelesaian masalah  pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan royalti dalam proses renegosiasi kontrak pertambangan. "Saat ini, kami masih menunggu finalisasi atas konsep usulan penyelesaian oleh pemerintah untuk dipelajari terlebih dahulu," kata Amir.

Raden Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM menuturkan pihaknya optimistis pembahasan renegosiasi dengan PKP2B generasi pertama akan rampung pada September ini. Bahkan, pihaknya optimistis penandatangan nota kesepahaman (MoU) amandemen kontrak dengan PKP2B generasi pertama akan digelar sebelum berakhirnya masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Semula dialog PKP2B generasi pertama cukup pelik lantaran PPh badan sudah diberlakukan 45% sesuai kontrak, padahal pajak seperi izin usaha pertambangan (IUP) hanya 25%. Sementara pemerintah tidak bisa menurunkan tarif PPh PKP2B generasi satu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×