Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ramadan kali ini menjadi salah satu bulan Ramadan paling berat yang akan dihadapi oleh pelaku industri baja di dalam negeri. Selain dihadapkan pada permintaan yang memang cenderung melesu di bulan puasa, tantangan lainnya juga datang dari pandemi corona (covid-19).
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Silmy Karim mengungkapkan bahwa pandemi corona yang mewabah di berbagai belahan dunia membuat pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi. Hal pada gilirannya turut berimbas pada industri di dalam negeri, termasuk di antaranya industri baja. Indikasinya dapat dilihat pada permintaan baja yang menurun.
“Kita tahu bahwa ada penurunan permintaan sampai 50%, bahkan pada Ramadan saya dengar dari rekan lebih parah lagi,” kata Silmy dalam acara diskusi bertajuk Steel Industry Roundtable secara virtual pada Rabu (20/5).
Baca Juga: Garuda Indonesia dan Kraktau Steel bakal dapat dana talangan, begini efeknya
Senada, Wakil Direktur PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP), Tedja Sukmana menyebutkan bahwa imbas pandemi corona telah dirasakan oleh perusahaan yang kerap disebut Spindo ini, setidaknya sejak April 2020 lalu. Menurut catatan Tedja, penjualan di bulan April 2020 merosot hingga sekitar 30% dibanding biasanya. Tidak berhenti sampai di situ, penurunan yang lebih dalam hingga sekitar 50% diperkirakan akan terjadi di sepanjang Mei 2020.
Salah satu biang kerok dari penurunan ini antara lain adalah lesunya permintaan pipa baja dari sektor otomotif. Maklum saja, pandemi corona yang mewabah di Indonesia memang sempat memaksa sejumlah pabrikan otomotif menghentikan kegiatan produksinya untuk sementara.
Di sisi lain, permintaan dari sektor konstruksi juga ikut menyusut seiring terhentinya pengerjaan beberapa proyek-proyek konstruksi gedung-gedung dan infrastruktur bandara di tengah pandemi. Alhasil, permintaan pipa baja dari industri otomotif dan konstruksi menjadi menurun.
Baca Juga: Dari rugi Rp 884 miliar, Dirut KRAS Silmy pastikan kuartal I-2020 raih untung
Tidak hanya itu, penurunan permintaan rupanya juga diijumpai pada segmen pasar ritel. “Untuk yang retail sangat terasa karena ada penurunan daya beli masyarakat, mereka jadi menahan pembelian,” ungkap Tedja dalam sesi diskusi yang sama, kemarin.
Imbas corona tidak hanya memengaruhi permintaan.Turut terlibat dalam acara diskusi, perwakilan PT Sampurna Jaya Baja, Raharjo Rudy Cahyono bertutur bahwa corona juga berdampak pada seretnya pelunasan utang yang telah berjalan oleh pihak pelanggan. Hal ini memperburuk kondisi kas perusahaan yang memang sudah tertekan akibat permintaan yang anjlok.
Asal tahu saja, menurut catatan Raharjo, permintaan baja pada bulan April turun sekitar 50%-60% dibanding kondisi normal. Sementara permintaan di bulan Ramadan diperkirakan hampir mencapai 80%. “Dampak yang terjadi arus kas perusahaan jadi terganggu, mayoritas pelanggan menghentikan operasional sehingga kami tidak bisa menagih piutang yang sudah berjalan, hal ini mengancam kelangsungan perusahaan,” kata Raharjo.
Baca Juga: Kredit Bermasalah Rp 28,9 Triliun Menghantui Eximbank
Presiden Direktur PT Sunrise Steel, Henry Setiawan mengungkapkan dirinya berharap kinerja penjualan baja bisa mulai kembali pulih di bulan Juni 2020. Meski belum bisa kembali seperti normal, penjualan baja di bulan Juni 2020 diharapkan setidaknya bisa menyamai penjualan di bulan April alias lebih baik dibanding penjualan bulan Mei yang turun hingga 60% dibanding kondisi normal. “Di April kami mengalami penurunan sekitar 30%,” kata Henry.
Kesempatan di tengah kesempitan
Wakil Menteri I Kementerian BUMN, Budi Gunadi Sadikin menilai, pelaku industri baja mesti pandai-pandai mencari peluang di tengah kondisi yang serba sulit akibat pandemi corona (covid-19). Menurut Budi, rantai pasok global yang terganggu akibat pandemi seharusnya dimanfaatkan oleh pelaku industri baja dalam negeri untuk mengamankan pasar baja di dalam negeri. Apalagi, permintaan baja dalam negeri jumlahnya cukup besar.
Untuk mencapai hal ini, Budi menilai bahwa pelaku industri baja nasional sebaiknya meningkatkan efisiensi dan produktivitas agar bisa bersaing. Hal ini menjadi perlu untuk dilakukan mengingat bahwa tingkat efisiensi industri baja di dalam negeri masih kalah dibanding beberapa negara kompetitor di pasar global.
Baca Juga: Permintaan Melemah Akibat Pandemi Corona Bikin Emiten Produsen Baja Merana
Sembari upaya tersebut dilakukan, pelaku industri baja lokal juga bisa mulai membangun komunikasi yang baik dengan pelanggan dan regulator guna mencari peluang-peluang yang ada di pasar lokal.
Menurut Budi, peluang pasar dapat ditemukan di mana saja apabila dicari dengan cermat. Sebagai contoh pada sektor kesehatan misalnya, Budi mencatat bahwa terdapat kebutuhan akan jarum suntik yang cukup besar.
Bertugas mengawasi BUMN kesehatan, Budi mendapati bahwa Indonesia memiliki kebutuhan rata-rata sekitar 2 jarum suntik per kapita. Dengan asumsi ini, Budi memperkirakan terdapat sekitar 400 juta jarum suntik secara total per tahunnya. Kondisi yang demikian tentunya bisa dimanfaatkan oleh pelaku industri baja lokal.
Baca Juga: Emiten baja menyiapkan siasat hadapi sentimen corona
“Saya tahu industri farmasi dan kesehatan bukan konsumen industri baja terbesar, biasanya kan konstruksi dan otomotif. Tapi itu menunjukkan adanya opportunity baru karena banyak orang yang disuntik di situasi saat ini,” kata Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News