Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah tampak kian bergairah dalam menarik investasi dan geliat bisnis. Didorong oleh industri berbasis nikel dan produk turunannya, nilai ekspor dari Morowali terus merangkak naik setiap tahun.
Direktur Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito menyampaikan, nilai ekspor dari Morowali diproyeksikan terus meningkat dan ditaksir mampu mencapai US$ 11,6 miliar atau setara dengan Rp 168,2 triliun pada tahun 2023.
Nilai itu sesuai dengan estimasi dari PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada Februari 2020 lalu. Dalam data yang disampaikan Warsito, nilai ekspor dari kawasan indsutri Morowali tercatat sebesar US$ 5,85 miliar atau setara Rp 84,8 triliun pada tahun 2018. Nilai ekspor meningkat menjadi US$ 6,6 miliar atau setara dengan Rp 95,7 triliun pada 2019.
Warsito, bilang peningkatan nilai ekspor itu akan beriringan dengan naiknya serapan tenaga kerja. Saat ini, total Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di kawasan industri Morowali tercatat sekitar 40.000 orang. Sedangkan Tenaga Kerja Asing (TKA) sebanyak 4.500 orang.
Baca Juga: Berikut progres pembangunan Kawasan Industri Terpadu Batang yang digarap PTPP
"Tahun 2023, TKI langsung akan mencapai sekitar 60.000 orang. TKI yang langsung dan tidak langsung akan mencapai 100.000 orang," kata Warsito kepada Kontan.co.id, Minggu (1/11).
Lebih lanjut, Warsito membeberkan bahwa produksi nikel dan produk turunannya seperti Feronikel (FeNi), Stainless Steel (SS) Slab, Hot Rolled Coil (HRC) dan Cold Rolled Coil (CRC), secara volume meroket dalam setahun terakhir.
Produksi FeNi pada tahun 2019 tercatat sebanyak 240.787 ton Ni. Jumlah itu meningkat 38% dibandingkan produksi pada 2018. Untuk produksi SS Slab seri 200 pada tahun 2019 tercatat sebanyak 86.305 ton. Sedangkan produksi SS Slab Seri 300 pada tahun 2019 naik 19,9% secara tahunan menjadi 2.533.582 ton.
Selanjutnya, secara persentase produksi HRC pada tahun 2019 meningkat sebesar 16,8%, produksi AP naik 50,5% dan produksi CRC meroket 125,7% dibanding produksi tahun 2018.
Tenant yang ada di PT IMIP menjadi penyokong pesatnya pertumbuhan kawasan industri Morowali. "Total 11 tenant industri di dalam kawasan industri PT IMIP," sebut Warsito.
Di kawasan IMIP, ada tiga klaster utama. Pertama, klaster baja nirkarat dengan kapasitas 3 Mtpa. Kedua, klaster baja karbon dengan kapasitas 3,5 Mtpa. Ketiga, klaster komponen baterai dengan kapasitas 110+ ktpa Ni.
Selain itu, setidaknya ada delapan industri pendukung yang ada di kawasan Morowali. yakni smelter Ferro Chrome dengan kapasitas produksi 1,5 juta ton per tahun, pabrik semi kokas dengan kapasitas produksi 378.000 ton per tahun, pabrik asam sulfat dengan kapasitas 100.000 ton per tahun.
Baca Juga: Kemenperin: Perwilayahan industri wujudkan pemerataan pembangunan nasional
Selanjutnya, smelter Ferro Silica dengan kapasitas 50.000 ton per tahun, pabrik kokas dengan kapasitas produksi 472.000 ton per tahun, pabrik gas dengan kapasitas produksi 50.000 m3 per jam, pabrik elektronik mangan dengan kapasitas produksi 110.000 ton per tahun, dan pabrik kapur (lime plant) dengan kapasitas produksi 600.000 ton per tahun.
Menurut Warsito, kawasan industri Morowali juga didukung oleh insfrastruktur seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2.000 Megawatt, pelabuhan dengan kapasitas 100.000 DWT, dan bandara dengan runway 2.000 meter.
Kata dia, luas lahan kawasan industri Morowali saat ini sebesar 2.000 hektare (ha), dan direncanakan akan diperluas hingga 3.000 ha.
Selanjutnya: Kemenperin dorong pengembangan industri recycle baterai kendaraan listrik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News