Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTa. Di mata investor asing, industri sepatu dalam negeri ternyata masih prospektif. Buktinya, tahun ini industri sepatu kita akan diramaikan dengan datangnya investor-investor sepatu yang berkantong tebal asal luar negeri.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Asprisindo) Eddy Widjanarko menyatakan, tahun ini setidaknya ada tiga investor sepatu asal Amerika Serikat (AS) yang berminat membenamkan investasi di Indonesia. Mereka adalah prinsipal sepatu merek New Balance, Nike, dan Payless ShoeSource Inc.
Masuknya tiga investor tersebut, bisa menjadi indikasi bahwa industri sepatu Indonesia masih bisa bersaing. Sayang, Eddy mengaku tidak tahu berapa banyak investasi yang akan dikucurkan masing-masing investor tersebut. Yang terang, menurut Eddy, perkiraan produksi dari ketiga perusahaan tersebut sekitar 24 juta juta pasang per tahun. "Nilai investasi tiap pasang sepatu rata-rata sebesar US$ 20," kata Eddy, Rabu (10/3). Artinya, di tahun pertama ketiga prinsipal itu berproduksi, nilai investasi yang dikucurkan bisa mencapai US$ 480 juta. Sebagian besar produknya untuk ekspor.
Sebetulnya, saat ini New Balance sudah menggandeng produsen sepatu lokal, yaitu Panarub Dwikarya. Di luar itu, rencananya New Balance akan membangun pabrik sendiri di kawasan Tangerang. Di pabrik baru itu, New Balance akan memproduksi 500.000 pasang sepatu per bulan.
Sementara prinsipal sepatu Nike akan mencari order ke perusahaan sepatu lokal. Sayang, Eddy enggan membeberkan siapa yang akan jadi rekanannya. Selama ini, Nike menggandeng PT Central Cipta Murdaya milik pengusaha Hartati Murdaya. Namun kontrak antar kedua perusahaan tersebut putus sejak akhir 2007. "Sedang Payless sudah menyiapkan lahan pabrik di Surabaya dan pabrik kulit di Tangerang," kata Eddy.
Budi Irmawan, Direktur Industri Aneka Kementerian Perindustrian membenarkan adanya investor sepatu yang akan masuk ke Indonesia ini. "Saya sudah menerima laporannya. Ada tiga investor yang akan masuk, dua di Tangerang dan satu lagi di Surabaya. Saat ini mereka sedang mengurus izin operasionalnya," ujarnya.
Kehadiran tiga pemain sepatu asal luar negeri ini, Budi berharap, bisa mendongkrak pasar sepatu Indonesia di dunia dari 2% di tahun lalu menjadi 3% tahun ini. Sayangnya, saat ini tenaga buruh pabrik sepatu masih minim. Padahal, kebutuhan buruh untuk ketiga investor ini sekitar 28.000 pekerja. "Kebutuhan buruh untuk di Jabotabek saja sekitar 22.000 pekerja, sisanya 6.000 pekerja untuk Surabaya," kata Budi.
Untuk tahun ini, Eddy juga menargetkan nilai ekspor sepatu lokal paling tidak bisa dipertahankan seperti tahun 2009 lalu yang sekitar US$ 1,7 miliar hingga US$ 1,8 miliar (lihat infografik).
Nah, agar target itu tercapai, menurut Eddy, Aprisindo akan membina pengusaha-pengusaha sepatu skala kecil dan menengah. Caranya adalah melakukan pembinaan dengan sistem bapak asuh agar industri ini tetap bisa bertahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News