Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap kembali melakukan pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) khususnya terkait dengan harga patokan ikan (HPI) dan produktivitas kapal penangkapan ikan yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 86 dan Nomor 87 Tahun 2021.
Plt Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap Trian Yunanda menjelaskan, ada tiga variable penentu PNBP subsektor perikanan tangkap. Meliputi penentuan tarif dari Kementerian Keuangan, serta HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Untuk menentukan HPI dan produktivitas tersebut, KKP menggunakan data dua tahun terakhir yang dikumpulkan dari 124 pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia. Trian menegaskan, data tersebut tidak mungkin dimanipulasi, karena KKP diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
“Nah jadi terkait HPI ini, terakhir ditetapkan tahun 2011 dengan basis data 2010. Jadi ini sudah 10 tahun tidak ada penyesuaian. Kita ngga bisa memanipulasi harga itu, tentunya 10 tahun harga-harga sudah naik, inflasi dan tentunya kita harus melakukan penyesuaian,” ungkap Trian dalam Konferensi Pers KKP secara virtual, Kamis (14/10).
Baca Juga: KKP sebut kebijakan PNBP perikanan tangkap pasca produksi lebih adil
Lebih lanjut, terdapat beberapa jenis kelompok sumber daya yang mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan. Di antaranya tuna, kerapu, kakap dan yang paling mengalami kenaikan signifikan adalah cumi-cumi.
"Tuna naiknya 2-2,5 kali lipat. Jadi kalau 10 tahun naik dua kali lipat itu wajar, cumi ini kenaikannya luar biasa kenaikan cukup tinggi. Kita nggak bisa memanipulasi harga tersebut sesuai dengan update," tegasnya
HPI terakhir ditetapkan melalui Permendag Nomor 13 tahun 2011 dengan menggunakan basis data tahun 2010. Trian menyebut, pihaknya pernah mengusulkan perubahan hingga akhirnya kewenangan tersebut dipindahkan ke KKP.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto menegaskan, evaluasi harga patokan ikan dan produktivitas kapal penangkapan ikan merupakan wujud keterbukaan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono atas aspirasi yang disampaikan masyarakat perikanan selama ini.
“Tapi harus diingat bahwa semangat hadirnya aturan yang dibuat adalah untuk menjaga sumber daya alam perikanan kita berkelanjutan. Aturan ini juga wujud keadilan bagi semua pihak, antara negara dan masyarakat yang selama ini memanfaatkan sumber daya alam perikanan yang ada,” tegasnya.
Doni meminta pelaku usaha perikanan bersikap fair bila nantinya sudah ada perubahan harga patokan ikan sebagai acuan penarikan PNBP subsektor perikanan tangkap. HPI baru merupakan win-win solution karena penetapannya pun melibatkan banyak pihak.
Doni berharap masyarakat perikanan dapat memanfaatkan secara optimal konsultasi publik yang digelar KKP hari ini, sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat maupun saran yang dilengkapi dengan data valid.
Baca Juga: Setoran PNBP Perikanan Naik, Beban Nelayan Makin Melesat
Doni menambahkan HPI sebelumnya ditetapkan 10 tahun lalu. Sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang, karena ada yang under value bahkan ada beberapa yang tidak fair, tidak hanya bagi pelaku usaha tapi juga negara. Maka saat ini dicari titik temunya dengan memanfaatkan saluran komunikasi secara optimal.
"PP No 85 itu tidak mengatur untuk kapal 30 GT, itu urusan Pemda. KKP hanya 30 GT keatas. Jika kapal 5 GT mau berlayar di atas 12 mil harus ke KKP karena dapatnya ikan premium salah satunya tuna yang selama ini nggak diatur nah sekarang diatur," jelasnya.
Ketua II Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra mengatakan hadirnya PP 85/2021 lebih bagus dari PP 75/2015 karena memberikan peluang besar terhadap keberpihakan perekonomian pelaku usaha.
Meski demikian, perlu adanya pengkajian ulang pada Pasal 2 Ayat 6 terkait produktivitas kapal penangkapan ikan dan Ayat 7 mengenai harga patokan ikan.
"Kami hanya meminta KKP, bagaimana kita berdiskusi untuk mendapatkan hal yang bisa sama-sama diterima. Apa pun yang terjadi kami tetap ke laut, siapa tau dengan naiknya ini kami buang pancing hasilnya juga naik, jadi bisa menutup semuanya," kata Agus.
Sebagai informasi, di samping HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan, terdapat dua rancangan peraturan yang tengah disusun, yaitu Rancangan PP tentang Penangkapan Ikan Terukur dan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Sistem Kontrak.
Pembahasan melibatkan berbagai pihak baik internal KKP, pelaku usaha perikanan tangkap, nelayan tradisional, asosiasi perikanan, serta akademisi.
Pembahasan tersebut telah dilakukan melalui konsultasi publik yang digelar pada pagi ini secara daring dengan melibatkan stakeholders perikanan tangkap.
Baca Juga: Begini pandangan Apindo soal kenaikan PNBP di sektor perikanan
Sebelumnya KKP juga telah menggelar pertemuan dengan pelaku usaha perikanan tangkap di beberapa tempat, yaitu Muara Baru, Cilacap, Pelabuhan Ratu, Mayangan, Cirebon, Belawan, Pemangkat, Bitung, dan Denpasar guna menjaring masukan masyarakat nelayan terkait pelaksanaan PP 85/2021.
Berdasarkan masukan-masukan tersebut KKP tengah mengkaji kemungkinan penyesuaian atas HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan.
Selain membahas HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan, konsultasi publik pagi ini juga membahas tata cara penarikan sistem kontrak atas jenis PNBP yang berasal dari pemanfaaan sumber daya alam perikanan akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Muatan HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News