Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA, Program sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) telah berjalan selama 10 tahun lamanya di Indonesia. Dari total luas areal kelapa sawit 16,83 juta hektare (ha), perkebunan yang bersertifikat ISPO mencapai 4,53 juta ha (27%) yang menghasilkan 12,04 juta ton CPO sampai Maret 2021.
Setelah terbitnya Perpres 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan Permentan Nomor 38/2020, sertifikasi ISPO dinilai lebih cepat karena karena tanggung jawab penerbitan sertifikat ISPO berada di tangan lembaga sertifikasi.
Hal ini terungkap dalam Dialog Webinar bertemakan “Refleksi 10 Tahun ISPO: Percepatan Sawit Indonesia Berkelanjutan” yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, Rabu (22/9/2021).
“Dalam setahun terakhir, telah terjadi percepatan penerbitan sertifikasi ISPO. Sebab, kewenangan menerbitkan ISPO berada di tangan lembaga sertifikasi bukan lagi pemerintah. Wajar apabila ada percepatan,” ujar Ketua Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani.
Baca Juga: Kementan menyetujui kelanjutan moratorium sawit
Ia menjelaskan sertifikasi ISPO sepanjang 10 tahun terakhir sudah melakukan tiga kali mengalami perbaikan peraturan dan perundang-undangan sertifikasi ISPO. Permentan No.19 Tahun 2011 yang digunakan dasar melakukan sertifikasi ISPO menerbitkan 127 sertifikat untuk perusahaan sepanjang tahun 2011-2015.
Periode kedua adalah Permentan Nomor 11 Tahun 2015 yang berjalan dari 2016-2019 telah menghasilkan 494 sertifikat terdiri dari 480 perusahaan, 4 KUD dan 10 koperasi.
Kemudian lahirlah Permentan No.38 Tahun 2020. Dalam Permentan baru ini seluruhnya dilakukan lembaga Sertifikasi (LS). Semenjak Juli 2020 sampai Agustus 2021 mampu menerbitkan 139 Sertifikat.
“Apa yang kita lakukan ada kemajuan berarti. Salah satu contoh, ada lembaga sertifikasi di periode Permentan Nomor 19 Tahun 2011 hanya menerbitkan 4 sertifikat dalam kurun waktu empat tahun,” kata dia.
Percepatan ISPO perlu dilakukan diantaranya melakukan refreshment bagi auditor internal perusahaan dan LS serta penambahan auditor internal perusahaan sesuai standar minimal.
Baca Juga: Menanti nasib moratorium, industri sawit tetap harus memperhatikan lingkungan
Kemudian meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan komitmen pelaku usaha perkebunan. Langkah berikutnya adalah penyempurnaan P&C Permentan No.38 Tahun 2020 karena jika tidak dilakukan akan menjadi hambatan.
Untuk itu, Mangga Barani pembentukan Sekretariat Komite ISPO lebih cepat. “Ini sudah menjadi amanat Peraturan Menko Perekonomian, namun sampai hari ini belum terbentuk,” ungkap dia.
Achmad Mangga Barani juga mengusulkan penyediaan dana untuk kegiatan penetapan kelas kebun perusahaan dan STDB perkebunan rakyat. Adapula kebutuhan terhadap penyediaan tenaga pendamping pekebun.