Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, dalam 10 tahun ini ada kemajuan dalam sertifikasi ISPO yang mencapai 763 perusahaan. “Anggota Gapki sebanyak 496 perusahaan. Gapki mencanangkan 100% sertifikasi ISPO pada 2020 dan itu sebuah keniscayaan karena ini kewajiban,” ujar dia.
Namun banyaknya hambatan dari pandemi, transisi ke ISPO baru dan faktor lain mengakibatkan target tersebut meleset. “Transisi agak delay karena ada 70 perusahaan sudah audit, namun pasca itu tidak jelas hasil proses sertifikasinya,” ujar Joko.
Kemudian aspek lembaga untuk melakukan komunikasi dengan sekretariat ISPO. “Ini penting sekali karena selalu ada masalah sertifikasi ISPO dan perlu kordinasi atau komunikasi,” ujar Joko.
Adanya Undang-Undang Cipta Kerja perlu ada penyesuaian dalam prinsip dan kriteria ISPO. “Dalam UU Cipta Kerja beberapa regulasi yang tadinya ketat, sekarang bisa relaksasi. Ini memengaruhi kecepatan kita dalam mengejar 100 persen ISPO,” jelas Joko.
Untuk mempercepat sertifikasi ISPO, perusahaan sawit yang tergabung dalam Gapki telah melakukan refreshment auditor dan melakukan pelatihan atau klinik sawit.
“Bahkan dalam kepengurusan Gapki telah ditunjuk Ketua Bidang khusus ISPO yang bekerja membuat sistem aplikasi untuk mendukung ISPO dan diharapkan semua anggota Gapki menggunakan aplikasi itu,” tambah dia.
Baca Juga: DMSI sebut moratorium sawit penting untuk kejelasan jaminan berusaha
Tantangan lain adalah keberterimaan sertifikasi ISPO di Uni Eropa hingga kini belum terealisasi. “New ISPO karena ada janji Uni Eropa akan menerima (sertifikasi). Selanjutnya terdapat perubahan dalam P&C seperti tambahan aspek transparansi dan traceability,” jelas dia.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Mahmud menjelaskan, pemerintah mendorong agar ISPO menjadi bagian dari kepentingan nasional. Saat ini, pemerintah berupaya menyelesaikan terbentuknya sekretariat ISPO untuk mempermudah proses koordinasi ISPO.
Musdhalifah menuturkan ISPO bukan hanya untuk menjaga imej tetapi lebih besar lagi menjaga eksistensi kelapa sawit dari generasi ke generasi.
“Memang keberterimaan ISPO di pasar internasional masih belum signifikan. Tetapi, kita harus yakin itu semua dapat tercapai. Semua pemangku kepentingan memberikan perhatian optimal agar ISPO bisa dipercepat implementasikan ke seluruh kebun sawit,”ujar pemegang gelar Doktor dari IPB University ini.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung mengungkapkan bahwa sertifikasi ISPO itu baik dan petani sawit komitmen untuk menuju ke sana. Kendalanya cukup berat ini terlihat dari data dalam 10 tahun terakhir baru 12.600 ha kebun petani yang bersertifikat ISPO.
Ada kendala utama sertifikasi ISPO petani yakni legalitas lahan. Berkaitan persoalan kawasan hutan di perkebunan sawit dan 73% kebun sawit petani berada di hutan produksi.
Peremajaan sawit rakyat (PSR) itu peluang menerapkan ISPO, namun sekitar 84% gagal mengusulkan program tersebut. “Padahal dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi berkategori berkelanjutan, namun kita terbentur dalam hukum dan tata kelola kehutanan,” ungkap Gulat.
Selanjutnya: Cisadane Sawit Raya (CSRA) optimistis capai kinerja positif di 2021, ini strateginya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News