kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Toyota: Tenaga kerja RI sudah tidak murah lagi


Selasa, 20 Januari 2015 / 15:13 WIB
Toyota: Tenaga kerja RI sudah tidak murah lagi
ILUSTRASI. Pengeluaran sedikit demi sedikit tanpa disadari bisa mempengaruhi kondisi keuangan


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pelaku industri nasional menilai industri otomotif semakin kehilangan daya saingnya di level regional, khususnya dengan negara-negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam. Tak ada acuan pasti soal kenaikan Upah Minimal Provinsi (UMP) membuat beban produksi semakin besar sehingga makin tak kompetitif.

Bob Azam, Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengatakan, saat ini UMP untuk industri otomotif di Karawang, Jawa Barat, sudah menyentuh Rp 3,4 juta per bulan. Upah ini bahkan lebih tinggi dari Thailand yang rata-rata hanya sekitar Rp 2 jutaan.

"Bahkan kalau dengan Vietnam saja, UMP kita nilainya sudah satu setengah kali lebih besar dari Vietnam. Belum lagi harga energi yang semakin tinggi, masih ketergantungan dengan impor komponen, jadi tenaga kerja di Indonesia sudah tidak murah lagi," beber Bob di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/1).

Jika pemerintah mau meningkatkan kesejahteraan buruh, jangan hanya mengandalkan dari UMP. Dukungan pemerintah, jelas Bob, berupa pembangunan tempat tinggal murah, rumah sakit, dan sekolah bagi para buruh harus dilakukan. "Fasilitas untuk pekerja harus dibuatkan, nanti pengusaha tinggal bayar pajak, kan tidak repot," tukas Bob.

Selain itu, dalam dua tahun terakhir, pemerintah tak punya acuan jelas dalam menetapkan kenaikan UMP tahunan. Situasi ini membuat para pengusaha sulit melakukan perhitungan. "Paling berdampak itu pada perusahaan komponen yang fokus memasarkan produk ke pasar domestik, kalau yang ekspor masih mending," lanjut Bob.

Jika kondisi ini terus bertahan terus-menerus, dipastikan akan mengganggu arus investasi otomotif ke Indonesia dalam jangka panjang. Bahkan, sejumlah merek yang sudah punya basis produksi di Indonesia bisa berpikir ulang untuk ekspansi lebih besar lagi di sini.

"Kalau untuk investasi yang sudah komitmen pasti akan tetap jalan. Tetapi, ke depannya akan berpikir dua kali," lanjut Bob.

Langkah lain yang mungkin dilakukan pengusaha adalah dengan memperbanyak otomatisasi, proses produksi di pabrik. Tujuannya, untuk mengurangi jumlah pekerja yang bayarannya semakin tinggi. (Agung Kurniawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×