kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.282.000   -45.000   -1,93%
  • USD/IDR 16.624   -5,00   -0,03%
  • IDX 8.093   -24,52   -0,30%
  • KOMPAS100 1.125   -4,40   -0,39%
  • LQ45 823   -1,92   -0,23%
  • ISSI 283   -0,49   -0,17%
  • IDX30 433   -0,40   -0,09%
  • IDXHIDIV20 498   -2,95   -0,59%
  • IDX80 126   0,00   0,00%
  • IDXV30 136   -0,02   -0,01%
  • IDXQ30 139   -0,09   -0,06%

Trump Beri Tarif 0% untuk Malaysia - Vietnam, Ekspor Indonesia Bisa Tertekan?


Selasa, 28 Oktober 2025 / 20:38 WIB
Trump Beri Tarif 0% untuk Malaysia - Vietnam, Ekspor Indonesia Bisa Tertekan?
ILUSTRASI. Perbedaan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat (AS) antara Indonesia dengan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara bisa mengubah peta dan kompetisi ekspor produk ke pasar Negeri Paman Sam.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melakukan manuver dalam agenda negosiasi dagang. Kali ini, Trump berpotensi memberikan tarif 0% untuk sejumlah barang dari empat negara di Asia Tenggara.

Keempat negara tersebut adalah Malaysia, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Dalam perintah eksekutif awal, Trump mengenakan tarif resiprokal 19% untuk Malaysia, Thailand dan Kamboja. Sementara Vietnam terkena tarif 20%.

Namun pada Minggu (26/10/2025) lalu, White House menyampaikan bahwa pemerintah AS akan mengidentifikasi produk-produk dari daftar yang tercantum dalam Lampiran III Perintah Eksekutif 14346 tanggal 5 September 2025. Hal ini terkait dengan potensi penyesuaian tarif bagi mitra sejajar (aligned partners) untuk menerima tarif resiprokal 0%.

Aksi Trump ini menarik perhatian dari pelaku industri di Indonesia. Sebab, perbedaan tarif antara Indonesia dengan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara bisa mengubah peta dan kompetisi ekspor produk ke pasar Negeri Paman Sam.

Baca Juga: Industri Furnitur Terbentur Tarif Tambahan Trump, Berpotensi Pangkas Pesanan dari AS

Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anne Patricia Sutanto melihat penyesuaian tarif resiprokal AS terhadap Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja, menunjukkan arah kebijakan dagang yang semakin selektif dan berbasis kepentingan strategis. Langkah ini bisa membuka babak baru dalam dinamika persaingan ekspor di kawasan.

Secara makro, Anne mengungkapkan, eksposur Indonesia terhadap perekonomian AS dan global relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Nilai ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10% atau sekitar US$ 26 miliar dari total ekspor sebesar US$ 238 miliar.

Namun jika dilihat secara mendalam, kebijakan tarif resiprokal AS berpotensi berdampak cukup besar pada sejumlah sektor. Anne pun menegaskan dampak terhadap Indonesia dari penyesuaian tarif AS kepada empat negara tetangga perlu dilihat secara sektoral dan berbasis komoditas.

Anne menyoroti industri padat karya seperti pakaian dan aksesori pakaian (rajutan), furnitur, dan alas kaki. Sebab, barang-barang hasil industri padat karya banyak yang bergantung kepada pasar AS.

Sebagai gambaran, 61% ekspor pakaian dan aksesori pakaian (rajutan) ditujukan ke pasar AS. Selain itu, ada produk furnitur dan lampu (59%), olahan ikan dan krustasea (56%), barang kulit (56%), pakaian bukan rajutan (49%), mainan dan perlengkapan olahraga (45%), serta alas kaki (33%).

Anne mengingatkan ada potensi tekanan kompetitif yang perlu diantisipasi dengan negara pesaing seperti Vietnam dan Kamboja. Kedua negara ini bersaing dengan Indonesia pada sejumlah produk industri padat karya seperti pakaian dan aksesori hingga alas kaki.

"Jika penyesuaian tarif resiprokal tersebut memberikan preferensi tambahan bagi Vietnam dan Kamboja, risiko trade diversion akan semakin besar, terutama bagi sektor-sektor padat karya yang sangat bergantung pada pasar AS," kata Anne kepada Kontan.co.id, Selasa (28/10/2025).

Pergeseran Pasar

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur turut menyoroti tantangan bagi produsen dan eksportir Indonesia jika negara pesaing mendapatkan tarif yang lebih rendah, bahkan berpotensi 0%. Produk Indonesia yang masuk ke AS akan menghadapi “handicap tarif” tambahan yang menggerus daya saing harga.

"Ini bisa membuat buyer AS memilih sourcing dari negara yang tarifnya lebih rendah, atau menuntut margin lebih kecil dari eksportir Indonesia agar mereka tetap kompetitif, sehingga menekan keuntungan eksportir Indonesia," ungkap Sobur.

Baca Juga: Tarif Trump Rampung, Airlangga Sebut AS Tertarik Investasi Semikonduktor di Indonesia

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran terjadinya pergeseran pangsa pasar dari Indonesia ke negara Asia Tenggara lain yang lebih “tariff friendly” ke AS. Terutama untuk produk mebel atau kerajinan yang sensitif tarif dan biaya logistik.

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) Soetanto Abdoellah menyoroti Malaysia sebagai pesaing Indonesia untuk produk kakao yang masuk ke pasar AS, terutama produk berupa cocoa butter dan powder. Jika untuk produk tersebut Malaysia mendapat pembebasan bea masuk atau tarif 0%  ke AS, maka daya saing sebagian produk Indonesia akan menurun.

Meski, Soetanto menyampaikan, sejauh ini belum ada kekhawatiran yang signifikan. Sebab, mayoritas eksportir produk kakao ke pasar AS adalah perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia. 

"Mereka mengolah biji kakao di Indonesia menjadi butter dan powder, kemudian mengirim hasil olahannya ke jaringan mereka di seluruh dunia, termasuk AS," ungkap Soetanto.

AS menjadi salah satu tujuan utama ekspor kakao Indonesia. Negeri Paman Sam merupakan pasar terbesar kedua dengan porsi 15,72% dari total ekspor kakao Indonesia. Ekspor menjadi tumpuan industri kakao Indonesia lantaran pasar domestik hanya menyerap sekitar 25%-30%.

Catatan & Harapan Pelaku Industri

Soetanto mendorong adanya diversifikasi pasar sebagai alternatif ekspor, seperti ke negara-negara Asia dan Eropa. Dorongan dari pemerintah diperlukan, antara lain melalui perjanjian dagang. Selain itu, Soetanto mendorong upaya pemerintah untuk melakukan lobi demi mendapatkan perlakuan yang sama jika nanti AS memberikan bea masuk 0% untuk negara tetangga.

Hal senada disampaikan HIMKI. Sobur mengungkapkan pelaku industri berharap agar Indonesia bisa memperoleh perjanjian bilateral atau kesepakatan perdagangan dengan AS yang memberikan akses lebih baik. Misalnya sebagai bagian dari kesepakatan “reciprocal trade” atau kebijakan supply?chain AS yang mencari diversifikasi dari China.

HIMKI juga berharap agar pemerintah mendukung dengan insentif ekspor, pembinaan kualitas, standardisasi, branding “Indonesia” sebagai kerajinan mebel premium. Hal ini penting agar daya saing produk Indonesia semakin diukur berdasrkan value, bukan hanya harga.

"Indonesia berisiko kehilangan kompetitif relatif jika negara lain memperoleh tarif lebih rendah sementara kita tidak. Namun, hal ini tidak otomatis menghilangkan peluang ekspor ke AS, selama Indonesia bisa memanfaatkan keunggulan kompetitif lain dan memperkuat posisi di segmen yang tidak hanya bersaing melalui harga tarif semata," terang Sobur.

Baca Juga: Trump Mau Pasang Tarif Impor Furnitur, Bagaimana Nasib Mebel dan Kerajinan Indonesia?

Sementara itu, Anne mengingatkan bahwa dunia usaha juga menghadapi tantangan terkait efisiensi di dalam negeri. Pekerjaan rumah terbesar ada pada upaya menurunkan high-cost economy yang masih membebani rantai pasok, mengurangi over-regulation yang memperlambat proses bisnis, serta memperkuat kepastian hukum dan prediktabilitas kebijakan.

Anne pun menegaskan keterlibatan pelaku usaha dalam proses perundingan dan perumusan kebijakan dagang menjadi sangat penting. "Transparansi dan koordinasi lintas sektor harus dijaga agar kebijakan perdagangan internasional benar-benar merefleksikan mutual respect, sovereign equality, dan kepentingan nasional jangka panjang," tandas Anne.

Selanjutnya: Harga Minyak Dunia Merosot Akibat Sanksi Rusia dan Manuver OPEC+

Menarik Dibaca: 6 Cara Bisnis Parfum untuk Pemula biar Cepat Cuan, Catat ya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×