kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.235.000   -2.000   -0,09%
  • USD/IDR 16.633   -23,00   -0,14%
  • IDX 8.071   27,26   0,34%
  • KOMPAS100 1.115   1,03   0,09%
  • LQ45 783   -1,20   -0,15%
  • ISSI 284   1,67   0,59%
  • IDX30 411   -0,03   -0,01%
  • IDXHIDIV20 466   -1,32   -0,28%
  • IDX80 123   0,18   0,14%
  • IDXV30 133   -0,24   -0,18%
  • IDXQ30 130   0,01   0,01%

Industri Furnitur Terbentur Tarif Tambahan Trump, Berpotensi Pangkas Pesanan dari AS


Kamis, 02 Oktober 2025 / 20:10 WIB
Industri Furnitur Terbentur Tarif Tambahan Trump, Berpotensi Pangkas Pesanan dari AS
ILUSTRASI. Pemerintah AS mengenakan tarif impor 10% untuk produk kayu lunak serta 25% untuk sejumlah produk furnitur berlapis dan kabinet dapur


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek industri furnitur terbentur oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mengenakan tarif impor tinggi bagi sejumlah produk. Kebijakan yang rencananya mulai berlaku pada 14 Oktober 2025 itu antara lain menyasar produk berbasis kayu.

Pemerintah AS akan mengenakan tarif impor 10% untuk produk kayu lunak (softwood lumber), serta 25% untuk sejumlah produk furnitur berlapis (upholstered furniture) dan kabinet dapur. Kebijakan ini akan menambah beban pelaku industri atau eksportir furnitur yang sebelumnya telah terkena tarif resiprokal sebesar 19%.

Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menjelaskan jika pengenaan tarif tambahan ini terealisasi, maka produk kategori lumber bakal terkena tarif sebesar 29%. Sedangkan tarif untuk produk upholstered furniture akan naik menjadi 44%.

Baca Juga: Trump Segera Umumkan Rincian Tarif Impor Furnitur hingga 50%

Abdul mengkhawatirkan hal ini akan membawa tekanan harga, serta berdampak cukup signifikan bagi penjualan sejumlah produk. Abdul memberikan gambaran, kategori upholstery (HS 9401 tertentu) berisiko mengalami penurunan pesanan antara 20% - 35% dari pembeli di AS dalam tiga hingga enam bulan, terutama untuk kontrak Original Equipment Manufacturer (OEM) private label yang memiliki margin tipis.

Sementara itu, produk kategori wooden casegoods (HS 9403 tidak berlapis) bakal terkena dampak tidak langsung melalui biaya bahan dan substitusi. Kategori produk ini berpotensi mengalami penurunan 10% - 15% jika para pembeli menunda pesanan atau beralih ke pemasok lain.

Para eksportir juga memerlukan waktu untuk negosiasi ulang harga. Negosiasi pun akan mencakup pengenaan beban atas tarif impor tersebut, supaya bisa ditanggung bersama (shared cost) antara eksportir dan pembeli. 

Selain itu, pelaku industri akan melakukan re-routing logistik serta kewajiban asal bahan baku (rules of origin), yang berpotensi menambah sekitar satu hingga dua bulan untuk siklus pre-order pada kuartal IV-2025.

"Angka-angka tersebut merupakan estimasi dari pelaku industri dan HIMKI berdasarkan elastisitas historis dan share AS sekitar 50% ekspor Indonesia," kata Abdul saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (2/10/2025).

Pasar AS memang masih dominan menopang kinerja ekspor produk furnitur Indonesia. Berdasarkan data yang diolah oleh HIMKI, ekspor produk furnitur Indonesia tumbuh 2,1% secara tahunan (year on year) menjadi US$ 925,01 juta pada semester I-2025.

Baca Juga: Industri Furnitur Diprediksi Tumbuh Moderat, Stimulus Pemerintah Belum Dorong Kinerja

Ekspor ke pasar AS masih bisa tumbuh 7,6% pada paruh pertama 2025, dengan nilai US$ 499,28 juta atau setara dengan 53,97% dari total ekspor. Sebagai mitigasi dampak pemberlakuan tarif tambahan ini, HIMKI mendorong agar pemerintah kembali melakukan diplomasi tarif, serta pemberian insentif domestik.

Insentif tersebut bisa mencakup Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) terbatas serta tax credit untuk investasi mesin upholstery & foam compliance. "Juga asuransi ekspor atau penjaminan agar usaha kecil menengah tidak kalah cash-flow," kata Abdul.

Memacu Diversifikasi Pasar

Secara bisnis, sebagian pelaku industri furnitur juga telah memacu diversifikasi pasar dengan menyasar sejumlah wilayah seperti Timur Tengah dan India. Selain itu, eksportir juga berharap adanya dorongan positif dari perjanjian dagang antara Indonesia dengan Uni Eropa (IEU-CEPA) serta dengan Kanada (ICA-CEPA).

Dihubungi terpisah, Investor Relations PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) Ravenal Arvense mengungkapkan bahwa penjualan ekspor masih menjadi tulang punggung dengan kontribusi mencapai 95% terhadap total penjualan pada semester I-2025. AS menjadi pasar utama bagi ekspor WOOD dengan porsi sekitar 90%.

WOOD pun terus memperkuat diversifikasi melalui produk baru seperti flooring dan outdoor furniture, serta memperluas pasar ke Eropa dan Timur Tengah. Strategi ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada satu pasar.

Meski begitu, Ravenal menegaskan strategi itu dibarengi dengan komitmen WOOD untuk tetap menjaga hubungan dengan mitra di AS. Apalagi, Ravenal menekankan bahwa kebijakan tarif baru AS yang akan berlaku mulai 14 Oktober 2025 tidak berdampak secara langsung terhadap kinerja ekspor WOOD.

Baca Juga: Integra (WOOD) Memacu Diversifikasi Pasar Ekspor, Kurangi Ketergantungan ke AS

Ravenal membeberkan tarif baru itu ditujukan pada kayu mentah, kabinet dapur, serta furnitur berlapis kain. Sedangkan WOOD tidak mengekspor kategori produk tersebut ke pasar AS. 

Segmen utama WOOD yaitu komponen bangunan yang menyumbang lebih dari 80% ekspor ke AS, tetap termasuk dalam kategori bebas tarif.

"Dengan demikian, tidak diperlukan penyesuaian harga jual maupun revisi kontrak dengan buyer di AS," tandas Ravenal. 

Selanjutnya: FIA Terapkan Regulasi 'Heat Hazard' di F1 Singapura, Pertama Kalinya dalam Sejarah

Menarik Dibaca: Jadi Tren, Ini 6 Manfaat Olahraga Padel untuk Wanita

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×