kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Utilisasi FSRU Lampung masih rendah, simak potensi dampaknya ke PGN


Minggu, 29 Agustus 2021 / 12:17 WIB
Utilisasi FSRU Lampung masih rendah, simak potensi dampaknya ke PGN
ILUSTRASI. Kapal?Floating Storage and Regasification (FSRU) gas alam cair (LNG) Lampung


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Floating Storage & Regasification Unit (FSRU) Lampung yang dikelola oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) masih belum berjalan maksimal hingga kini. Adapun pengamat dan analis energi menilai, persoalan ini bisa memberikan efek domino bagi bisnis PGN ke depannya. 

Direktur Utama PGN Muhamad Haryo Yunianto mengatakan, saat ini FSRU Lampung masih beroperasi sebagai salah satu infrastruktur penyaluran gas bumi yang dikelola anak usaha PGN. 

"Prospek FSRU Lampung dalam jangka menengah dan panjang tentunya akan memperhatikan peta kebutuhan gas di sisi pelanggan, khususnya di wilayah Lampung dan Jawa bagian barat," kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (27/8). 

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki memaparkan, dalam lingkup perencanaan sesuai dengan PGN LNG’s Masterplan of New Business Development 2018 , FSRU Lampung diupayakan untuk meningkatkan ketahanan pasokan energi untuk wilayah Barat yaitu Sumatra, Jawa, dan Bali selain wilayah FSRU Makassar untuk Indonesia Tengah dan FSRU Gorontalo untuk Indonesia Timur.  

"Akan tetapi, sejak tahun 2016 keberadaan FSRU Lampung  masih banyak menuai polemik terkait dengan double storage  dengan FSRU Jakarta yang dianggap  tidak optimal. Apalagi, FSRU Jakarta dianggap masih cukup digunakan oleh PGN untuk melayani masyarakat," ujar Yayan kepada Kontan.co.id saat dihubungi terpisah. 

Bahkan, dia bilang, FSRU Lampung dianggap terlalu mahal dalam hal biaya sewa yakni antara US$ 90- US$ 120 juta per bulan dengan kontrak selama 16 tahun. 

Baca Juga: Simak rekomendasi saham PGN (PGAS) dari Panin Sekuritas

Secara ideal, sebetulnya FSRU Lampung dapat menopang untuk distribusi Jawa dan Sumatra, karena dimungkinkan lingkup antar industri LNG jika simultan dengan sektor ekonomi lainnya seperti industri manufaktur misal petrokimia, tekstil, dan energi listrik untuk pembangkit. 

Adapun menurut Yayan, FSRU Lampung akan sangat membantu rantai pasok dari ekonomi dan meningkatkan efisiens backward linkage perekonomian untuk sumber energi gas. 

"Akan tetapi jika tidak cocok antara ketersediaan infrastruktur logistik maka akan meningkatkan kerugian negara karena FSRU tidak digunakan secara optimal karena under use," lanjut dia.

Biaya sewa yang mahal dan menggunakan uang negara atau pajak pemerintah akan sangat memberatkan jika business development dan business ecosystem-nya tidak cocok. Justru bahkan akan merugikan negara yang sangat besar. 

"Sebagai ilustrasi dengan uang sewa yang per tahun US$ 100 juta pe rtahun sejak tahun 2014 hingga 2029, sedangkan untuk produksinya hanya 2 kargo-11 kargo. Sangat disayangkan.Apalagi dengan kondisi pandemi seperti ini, perlu strategi bisnis yang baik dan profesional," jelas Yayan.

 

Melansir laporan berjudul "Indonesia's Small-Scale LNg Power Plant Conversion - A triple Hit for PGN? The Goal is Clear but Not the Numbers" masih rendahnya utilisasi FSRU Lampung turut menjadi satu faktor yang dapat mempengaruhi pandangan berbagai pihak, khususnya investor terhadap kesiapan PGN merealisasikan investasi small-scall LNG dalam program mengkonversi pembangkit listrik diesel ke gas. 

Dalam laporan tersebut, analis energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna bilang, PGN perlu mengambil langkah hati-hati untuk memastikan bahwa ekspansi bisnis LNG direncanakan dengan baik dan tidak menambah beban keuangan pada perusahaan. Kehati-hatian ini menimbang FSRU Lampung yang beroperasi angka utilisasi sangat rendah atau di bawah 20% pada 2019. 

Putra bilang, dalam rencana konversi pembangkit listrik diesel ke gas, hal yang masih belum jelas adalah bagaimana PGN, sebuah anak perusahaan BUMN dengan kepemilikan publik yang besar, dapat bertahan dalam rencana tersebut. Biaya rantai pasok LNG dikenal cukup mahal, terlebih pada skala kecil. 

"Dalam industri gas yang dikenal sangat menekankan disiplin dalam belanja investasi, investor akan memperhatikan dengan seksama sejarah investasi PGN dalam LNG, termasuk rendahnya tingkat utilisasi FSRU Lampung, dan juga sejarah perencanaan permintaan gas PLN yang kerap berubah-ubah," ujar dia.

Baca Juga: PGN siap ikuti kebijakan Kementerian ESDM soal proyek Pipa Transmisi Cisem

Perihal sejarah investasi PGN dalam LNG, Putra membahas, kewajiban sewa PGN ke Lampung Floating Storage Regasification Unit (FSRU) memiliki 13 tahun lagi untuk dijalankan, tetapi unit beroperasi pada tingkat kapasitas yang sangat rendah  dan masih memiliki lebih dari US$400 juta kewajiban kontrak tersisa.

Putra memaparkan, sangat jelas bahwa Indonesia tengah menghadapi tantangan ganda, untuk membangun pasar gas domestik secepat mungkin, dan pada waktu yang sama, mengantisipasi penurunan produksi gas dalam beberapa dekade ke depan. 

Berbagai kebijakan lain telah disusun untuk menumbuhkan konsumsi gas domestik, namun sangat penting untuk memastikan kelayakan ekonomi rencana tersebut, karena manuver-manuver kebijakan pemerintah yang terjadi secara mendadak dapat dengan mudah memutarbalikkan kelayakan investasi proyek.

"PGN perlu melangkah dengan hati-hati, seiring dengan banyaknya pemangku kepentingan yang tengah mengamati dengan seksama," tegasnya. 

Selanjutnya: Jalan terjal PGN realisasikan investasi padat modal small-scale LNG

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×