Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) semakin terang. Ini setelah pemerintah memberikan sinyal kuat akan merestui perpanjangan izin Vale Indonesia tanpa adanya penciutan lahan.
Sebagai informasi, Vale Indonesia akan melepas 14% sahamnya ke negara sebagai kewajiban perpanjangan kontrak tambang dari sebelumnya Kontrak Karya (KK) yang akan berakhir pada Desember 2025 menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, izin perpanjangan Vale Indonesia akan diberikan setelah semua persyaratan terpenuhi. Yang jelas, proses yang ditangani Kementerian ESDM sudah selesai.
“Di sisi Kementerian ESDM sudah tidak masalah. Kalau perpanjangan (khususnya) mengenai lahannya di kita, sudah beres semua,” ujarnya ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (26/10).
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Vale Indonesia (INCO) di Tengah Lesunya Harga Nikel
Arifin menyatakan, pihaknya telah menyetujui rencana pengembangan seluruh wilayah (RPSW) Vale Indonesia. Kementerian ESDM memberi sinyal tidak melakukan penciutan lahan tambang INCO untuk memperpanjang perizinan.
“Kalau diciutin itu kan dia sudah menciutkan banyak dari dulu. Dari 2 juta hektare tinggal berapa sekarang,” jelasnya.
Jika lahan INCO dipangkas, Arifin bilang, akan berimbas juga pada pemegang saham pasca-divestasi yakni Pemerintah Indonesia melalui MIND ID.
Arifin mengemukakan, proses yang sedang berjalan saat ini finalisasi terkait aspek bisnis di Kementerian BUMN. Dalam hal ini, saham yang akan dilepas Vale Indonesia sebanyak 14%. Namun, dia tidak bisa memberikan perincian nilai saham yang akan dibeli MIND ID lantaran berada di luar kewenangannya.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menilai, jika luas lahan tidak diciutkan akan memberikan beberapa keuntungan untuk Vale Indonesia.
“Keuntungan itu antara lain keberlanjutan operasi jangka panjang, jaminan pasokan bijih nikel ke smelter-smelter yang sedang dibangun, konservasi sumber daya dan cadangan dengan menambah kegiatan eksplorasi di lahan-lahan yang belum dieksplorasi detail,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (9/11).
Salah satu yang terpenting ialah mencegah masuknya penambang ilegal di konsesi lahan nikel tersebut. Bukan cerita baru pelepasan lahan-lahan dari perusahaan lama (relinquishment) akan dijarah oleh penambang ilegal.
Di sisi lain, tidak dipangkasnya konsesi lahan Vale juga akan memberikan dampak positif kepada MIND ID sebagai pemegang sahamnya. Melalui divestasi 14% saham INCO, maka MIND ID akan mengempit 34% saham di perusahaan nikel asal Brasil ini.
Meski nantinya kepemilikan saham akan banyak dipegang negara, Rizal menegaskan, prospek bisnis Vale Indonesia tidak akan berubah.
“Bisnis Vale Indonesia memilik prospek yang bagus ke depan, di mana nikel ini masuk ke alam salah satu mineral kritis yang sangat diperlukan industri terutama stainless steel dan baterai kendaraan listrik,” kata Rizal.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan, fokus INCO dalam 3 tahun-5 tahun ke depan ialah mengeksekusi semua program investasi yang telah mendapatkan persetujuan pemegang saham yakni di Blok Pomalaa, Bahodopi, dan Sorowako.
“Adapun kebutuhan pendanaan untuk mengeksekusi rencana investasi ini dengan menggunakan kas internal dan pembiayaan melalui utang atau obligasi,” jelasnya belum lama ini.
Dalam catatan Kontan.co.id, saat ini INCO sedang menggarap tiga proyek jumbo dengan total investasi senilai US$ 9 miliar atau Rp 140 triliun (Kurs Rp 15.600/USD). Ketiga proyek itu ialah Sorowako Limonite senilai US$ 2 miliar, Smelter Bahodopi US$ 2,5 miliar, dan Smelter Pomalaa US$ 4,5 miliar.
Jika ketiga proyek ini disatukan Vale dapat memproduksi 165.000 ton produk nikel. Khusus untuk smelter Bahodopi dan smelter Pomalaa akan menghasilkan Mix Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mix Sulphide Precipitate (MSP) yang akan menjadi bahan baku komponen baterai dalam mobil listrik.
Baca Juga: Bagaimana Kelanjutan Divestasi Saham Vale Indonesia (INCO)?
Salah satu proyek yang menjadi tonggak penting bisnis Vale ke depan ialah Smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Lewat kongsi dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co Ltd, Vale Indonesia membangun proyek dengan total paket investasi yang terdiri dari pabrik HPAL dan tambang mencapai Rp 67,5 triliun. Proyek yang akan memproduksi 120.000 ton nikel dalam Mix Sulphide Precipitate (MSP) pertahun ini melibatkan 12.000 tenaga kerja untuk konstruksi.
Tidak heran jika proyek ini menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) dan disebut sebagai proyek HPAL terbesar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News